Tampilkan postingan dengan label Gempa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Gempa. Tampilkan semua postingan

Kamis, 25 November 2010

Catatan Sejarah Kegempaan di Daerah Jogjakarta dan sekitarnya

Pada tanggal 27 Mei 2006, terjadi gempa bumi di sekitar daerah Jogjakarta. Gempa terjadi di pagi hari tepatnya pada waktu 5:53:58 WIB. Pusat gempa terletak pada koordinat 7,962° LS dan 110,458° BT, kurang lebih 20 km sebelah tenggara Jogjakarta atau 455 km sebelah tenggara Jakarta dengan kedalaman cukup dangkal yaitu 10 kilometer. Gempa yang terjadi berkekuatan 6.3 Mw. Kekuatan gempa bumi yang tergolong cukup kuat ini, kemudian terjadinya di daratan (inland) mengakibatkan timbulnya kerusakan gedung, bangunan dan infrastruktur lainnya yang cukup parah di daerah Jogjakarta, Bantul, dan sekitarnya, serta cukup banyak menelan korban jiwa.

Menurut hasil catatan survey, lebih dari 6000 orang meninggal dunia, dan sekitar 50.000 ribu orang mengalami cedera. Sementara itu 86.000 rumah hancur dan kurang lebih sebanyak 283.000 rumah mengalami kerusakan dengan masing-masing tingkat kerusakan berat, sedang, dan ringan. Kerusakan bangunan paling parah terdapat disekitar Bantul, Imogiri, Piyungan, dan Klaten. Kejadian gempa ini tergolong bencana nasional, dan memberikan rentetan catatan kelam bencana di negeri Indonesia, setelah sebelumnya terjadi bencana gempa bumi dan tsunami di bumi Nangro Aceh Darussalam, Nias, dan tempat-tempat lainnya.

Sebenarnya kalau kita melihat catatan sejarah, ternyata telah terjadi beberapa kali gempa di daerah Jogjakarta dan sekitarnya dengan kekuatan yang cukup merusak. Pada tahun 1867 terjadi gempa yang memberi catatan korban meninggal dan luka-luka yang cukup banyak, dan meninggalkan kerusakan pada bangunan dan infrastruktur pada daerah yang cukup luas. Pada tahun 1943 terjadi lagi gempa bumi yang menimbulkan korban jiwa sebanyak 213 orang (31 korban meninggal di Jogjakarta), 2800 rumah hancur, dan daerah yang mengalami kerusakan paling parah yaitu Kebumen dan Purworejo. Pada tahun 1981 terjadi kembali gempa di daerah Jogjakarta dan sekitarnya, meskipun tidak sampai menimbulkan korban jiwa dan kerusakan parah pada bangunan.


Cukup banyaknya korban jiwa, dan kehilangan materi memperlihatkan masih lemahnya sistem pemantauan bencana gempa bumi yang ada di negara kita ini. Padahal semenjak terjadinya bencana alam gempa bumi yang diiringi tsunami di Nangro Aceh tahun 2004, pemerintah telah mencanangkan upaya early warning sistem bencana alam gempa bumi dan tsunami. Mungkin kita masih perlu waktu untuk terus mengkaji, mempersiapkan, dan memulai secara aktif program pemantauan dan mitigasi bencana alam khususnya gempa bumi dan tsunami.

Apabila kita menengok catatan sejarah tersebut secara teliti, kemudian apabila kita mencermati mekanisme gempa yang sifatnya berulang (earthquake cycle), maka bukan tidak mungkin kita dapat mengupayakan mitigasi dengan baik, berupaya meminimalkan dampak kerugian yang dapat ditimbulkan oleh gempa bumi tersebut. Kegiatan “sedia payung sebelum hujan” ini mungkin dapat diwujudkan dengan sokongan dari adanya penelitian, penerapan teknologi, pemberdayaan masyarakat, dan lain-lain.

Minggu, 07 November 2010

Sesar Panggang

Sesar atau patahan purba yang masih baru di timur Sesar Opak di Kabupaten Gunung Kidul - Daerah Istimewa Yogyakarta di duga sebagai pemicu gempa bumi 5,0 skala Richter dua hari lalu. "Sesar itu masih baru dan bahkan belum ada namanya, berada di 27 kilometer timur Sesar Opak" kata Kepala Stasiun Geofisika Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Yogyakarta Budi Waluyo di Yogyakarta, kemarin.

Menurut Dia, pusat gempa pada 27 Mei 2006 sebenarnya tidak persis di Sesar Opak, tetapi ke Timur lagi sejauh 20 kilometer. "Sedangkan gempa yang terjadi Sabtu malam kemarin, pusatnya berada di sebelah timur lagi sekitar 7 kilometer dari pusat gempa 27 Mei 2006" katanya.

Ia mengatakan penunjaman lempeng samudra yaitu Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia menyebabkan sesar baru di kawasan Panggang Kabupaten Gunung Kidul itu aktif sehingga terjadi gempa pada Sabtu malam tersebut.

"Sesar itu berada di kedalaman 10 kilometer di bawah lapisan batuan bumi, sedangkan di atas lapisan batuan, merupakan lapisan kapur yang labil sehingga rentan guncangan. Karena itu saat terjadi gempa dengan kekuatan cukup besar, biasanya menimbulkan kerusakan pada bangunan yang berada di atas lapisan kapur" katanya.

Budi Waluyo mengatakan sesar baru tersebut merupakan salah satu sesar minor, Jumlah sesar minor cukup banyak dan merupakan cabang sesar besar atau sesar utama. Sesar minor ada yang membujur dari barat ke timur, maupun dari selatan ke utara.

Sesar Opak membujur dari Pundong Kabupaten Bantul ke arah timur laut sejauh 40 kilometer sampai Prambanan Kabupaten Klaten Kawa Tengah.

(Suluh Indonesia, No. 160 Tahun IV - Senin 23 Agustus 2010)

Kamis, 28 Oktober 2010

Waspadai: Jarak Luncur Erupsi Merapi Bisa Mencapai 15 km

Tahun 2010 ini Kemungkinan arah erupsinya belum ada peta yang dipublikasikan oleh Badan Geologi. Hal ini mungkin karena morfologi Gunung Merapi sudah banyak berubah akibat letusan tahun 2006.

Balai Penyelidikan dan Pengembangan Tehnologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta menyatakan perlu mewaspadai tiga jalur arah erupsi Merapi tahun 2010 ini pasca dinaikkannya status aktivitas gunung tersebut dari Waspada menjadi Siaga, Kamis malam kemarin. Ketiga jalur arah erupsi tersebut adalah ke Barat Daya, Selatan dan ke arah Tenggara.

Pada erupsi 2006 jarak luncur mencapai tujuh kilometer dari puncak Gunung Merapi. Tetapi untuk setiap peningkatan aktivitas Gunung Merapi tidak menutup kemungkinan erupsi yang terjadi mencapai jarak luncur hingga 15 kilometer.

Sesar dan Potensi Gempa di Jogja

Yang pertama harus disebut tentu tidak lain dan tidak bukan adalah sesar Opak.

sesar kedua, sesar lain (yang tersembunyi, terpendam di bawah sedimen setebal > 1 km) dengan arah sama dan harus dicurigai sesar ini turut bergerak signifikan, mengingat daratan persis di atasnya justru menjadi lokasi2 kerusakan yang cukup parah. Mungkin sesar ini juga yang ertanggung jawab kenapa pergeseran di Yogya dan Bantul cukup besar (masing2 7 dan 10 cm), padahal edua lokasi ini jauh dari sesar Opak.

Yang ketiga, dari Prambanan ke tenggara, melintasi Gantiwarno. Gak tahu apa namanya, tapi sesar ini jadi batas utara Pegunungan Sewu (alias Southern Mountains). Kita juga harus curiga sesar ini telah ikut bergerak, karena banyak longsoran dan rekahan yang dijumpai di sini meski posisinya cukup jauh dari lokasi episentrum gempa utama. Mungkin getaran akibat gerakan sesar ini pula yang sempat memporak-porandakan Wonogiri hingga Ponorogo.

Yang keempat, dari Parangtritis ke barat daya. Kemarin saya menyebutnya sesar Kulonprogo – Parangtritis. Ada beberapa episentrum aftershock di sini. Juga jangan dilupakan adanya titik longsoran di kompleks Goa Seplawan, tepatnya di Watu Kelir, perbatasan Kulonprogo – Purworejo (titik ini tidak masuk dalam skupnya peta Bu Rita). Kalo ditarik garis lurus menuju Parangtritis, ternyata lintasannya berimpit dengan sesar Kulonprogo – Parangtritis tad

prediksi ke depan, mungkin kita harus mengkhawatirkan segmen di utara Yogya (tepatnya dari Prambanan ke utara, dimana dihipotesakan ada sesar menuju Merapi – Merbabu – Telomoyo – Ungaran menurut van Bemmelen) serta segmen di sebelah barat Kulonprogo (dimana dataran rendah aluvial membentang hingga ke Cilacap, berujung pada sesar Citanduy – Kroya yang konon juga masih aktif dan punya potensi membangkitkan gempa tektonik dengan Mw = 6,1 menurut artikel di Kompas beberapa waktu lalu). Pergeseran sebesar 60 cm dalam sesar Opak, seperti yang dihitung pak Irwan Meilano, bukanlah angka yang kecil.

Menarik apa yang diungkap di halaman ini, yaitu tentang 4 patahan yang ada yang “bertanggungjawab” atas gempa kemarin. Tentang sesar Opak memang sudah diketahui, termasuk sesar Batur Agung(?) yang dari Prambanan ke arah tenggara dan sesar pesisir pantai Samas atau Sanden. Tetapi yang paling menarik adalah sesar yang tersembunyi (karena tersembunyi belum diberi nama) yang dalam peta melintasi Kab.Bantul mulai dari muara Progo sampai Kota Yogyakarta bagian tenggara. Untunglah ada penelitian yang mengungkapkan hal tentang sesar itu dan jangan disimpan dalam lemari arsip, biar tau gitcu.., Kalau dilihat memang betul sebab meski jauh dari kali Opak (10an km) tapi parah kerusakannya, bila ditarik garis lurus dari Pajangan (barat/barat laut kota Bantul) lalu, Kasongan (utara kota bantul) ke arah timur laut lagi seperti: Winongo,Sawit,Sewon,Kweni/Jarakan,Dongkelan, Krapyak(semuanya Bantul utara) terus ke Prawirotaman,Brontokusuman,Tamansiswa,Umbulharjo dan berhenti di Kotagede (semuanya di kota yogya bagian tenggara)semakin ke utara semakin parah,bahkan waktu gempa terjadi jalan Bantul (di daerah Kweni)sempat terbelah lalu nutup lagi.Mungkin itulah yang menyebabkan kerusakan di suatu tempat berbeda (meski satu kampung sebagian rubuh tapi sebelahnya tidak). Maaf ya mas, komentnya panjang amat…..
Ada yang usul nama patahan tersebut?

Pakde, kira2 sesar yang ndelik itu melewati daerah mana ya? ato jangan2 mengikuti sungai Code (ndak tahu sungai atau sesarnya yang ikut2) karena di kanan kiri aliran sungai Code itu cukup parah. Seperti yang pernah saya tanyakan disini dulu. atawa yang di Sungai Gajah Wong (karena sebelah timurnya yaitu Kota Gede juga lumayan parah)
Karena efek Gempa yang seperti polka dot (pating trotol) dibeberapa tempat itu yang menderita kerusakan parah ada sesar ata lapisan sesar dibawahnya?
Menanti Sebuah Jawaban


http://rovicky.wordpress.com/2006/09/13/empat-patahan-dalam-gempa-yogya/


Rabu, 27 Oktober 2010

Belajar Prediksi Gempa dari Cina

Cina adalah wilayah yang sering diguncang gempa. Walaupun ia kelihatannya stabil dan jauh dari tepi lempeng, jangan salah, keraknya itu disusun oleh berbagai mikro-lempeng. Dan, di batas pertautan mikro-lempeng2 inilah sesar2 mendatar besar merancah Bumi Cina. 50 atau 45 juta tahun yang lalu, Sub-Kontinen India membentur bagian baratdaya Cina. Benturan ini telah memperlambat laju gerak India ke utara, tetapi ia tidak menghentikannya. Sampai sekarang pun ia masih bergerak, dan telah masuk mengindentasi kerak Eurasia di sisi baratdaya Cina sampai sejauh 2500 km.

Dalam geologi, suatu gangguan gaya tak akan berhenti begitu saja. Kalau ada aksi maka selalu akan ada reaksi. Kalau ada yang diangkat, maka akan ada yang ditenggelamkan. Kalau ada yang dibenturkan masuk, maka akan ada yang ”ditendang” keluar. ”Tendangan” keluar adalah escape tectonics, atau extrusion tectonics. Cina dan Asia Tenggara dikoyak-koyak dan dimodifikasi geologinya oleh escape structures. Dan, sesar2 mendatar besar di Cina adalah escape tectonics, sekaligus penebar malapetaka (Sumatra pun begitu, Sesar Sumatra adalah semula escape tectonics yang dimodifikasi oblique subduction). Altyn Tagh Fault, Nan Shan Fault, Karakorum Fault, Shansi graben (transtension) adalah wilayah2 strike-slip faulting besar yang ditaburi episentrum2 gempa besar.

Dan, Cina selalu memegang record gempa yang menewaskan ratusan ribu orang (karena penduduknya pun di atas 1 milyar). Tahun 1556, sebuah gempa di Shen-su membunuh 830.000 orang – ini gempa terburuk yang pernah ada di Bumi. Tahun 1920 gempa di Kansu membunuh 180.000 orang, Tahun 1927 gempa di Qinghai membunuh 120.000 orang. Tahun 1976 gempa di Tangshan membunuh 255.000 orang. Itu adalah gempa2 terburuk di Cina, masih banyak gempa yang lain dengan korban jauh di bawah itu. Cina semakin padat, tetapi belakangan korban tewas semakin sedikit, walaupun kekuatan gempa tak berkurang. Tahun 1988 di Nepal dan Cina terjadi gempa, tetapi hanya memakan korban 1000 orang.

Bulan Februari 1975, sebuah gempa berhasil diprediksi 5 jam sebelum terjadi, yaitu gempa di Haicheng, Cina timur laut. Para ahli gempa Cina menggunakan apa yang disebut peristiwa2 ”gelagat mau gempa” (premonition/precursors), seperti kejadian serangkaian gempa kecil (foreshock) dan deformasi tanah secara cepat beberapa jam sebelum goncangan utama. Mereka juga menganggap serius kebijaksanaan2 kuno para petani : bahwa binatang, kalau mereka mencium ada bahaya yang akan datang, mereka akan berlaku aneh sebelum gempa datang (ular2
tiba banyak keluar dari sarangnya, ikan2 di kolam gelisah, tikus2 di got kota berlarian keluar di atas jalan, dll.). Dan, karena masyarakat di sana telah teredukasi dengan baik melalui public education, juga mau menurut, mereka mau mengungsi beberapa jam sebelum gempa terjadi. Saat gempa terjadi, memang makan korban tentu, tetapi para ilmuwan Barat yang mengunjungi tempat2 kejadian berpendapat bahwa cara Cina ini telah berhasil menyelamatkan puluhan ribu nyawa.

Gempa Tangshan 1976 yang besar itu memang makan banyak korban (255.000 tewas), tetapi gempa ini telah diprediksi akan terjadi di dalam hitungan maksimal lima tahun. Hanya waktu tepatnya tidak diketahui, dan gempa terjadi di daerah Cina yang sangat padat (timur Beijing). Tetapi, ilmuwan Barat memperkirakan bahwa gempa Tangshan sebenarnya bisa membunuh sampai 650.000 orang.
Kalau pernah ke Forbidden City di jantung kota Beijing, di situ ada guci maha besar peninggalan zaman Dinasti Ming. Di dalamnya ada air yang sangat tenang. Di sekeliling bibir guci ada patung delapan naga dengan bola besi di multnya. Kalau ada guncangan yang menimbulkan riak di air, apalagi sampai menjatuhkan bola-bola dari mulut sang naga : maka waktunya telah tiba untuk seluruh penghuni kota harus mengungsi – gempa besar akan datang. Itulah kebijaksanaan kuno Cina hasil karya para seismologist Cina.


Selasa, 10 November 2009

Catatan Sejarah & Potensi Gempa di Jawa

Dari analisis terhadap gempa tektonik berkekuatan 6,8 SR di laut selatan Jawa pada 17 Juli 2006 pukul 15.19.73 WIB yang kemudian terjadi tsunami. Berdasarkan posisi pusat gempa saat itu, dan kedalaman serta mekanisme fokal, diperkirakan telah terjadi mekanisme gerak sesar naik di dasar samudra dengan patahan berarah U 270 derajat-300 derajat T, dan kemiringan sekitar 7 derajat ke utara.
Patahan tersebut kemungkinan besar berhubungan dengan pergerakan dan runtuhan dari prisma akresi yang dipicu oleh penunjaman lempeng Indo-Australia. Patahan itu menyebabkan terjadinya dislokasi massa batuan, yang kemudian mendorong sejumlah besar volume air laut sehingga membentuk gelombang pasang yang bergerak secara radikal menjauhi pusat gempa.
Berdasarkan hasil pengukuran ketinggian dan rambahan tsunami di beberapa lokasi, terlihat kecenderungan terjadi penguatan amplitudo (atenuasi) gelombang tsunami di teluk-teluk yang langsung menghadap laut lepas. Keberadaan paparan pantai dengan kedalaman air relatif dangkal kemungkinan menyebabkan pecahnya gelombang tsunami pada saat menghantam pantai sehingga menimbulkan kerusakan parah sampai radius 100-300 meter dari titik pasang tertinggi.
Rekaman data lapangan di sepanjang wilayah bencana menunjukkan, Pantai Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, terlanda tsunami paling berat. jika dibandingkan dengan Pantai Pangandaran bagian timur. Keberadaan Semenanjung Pananjung relatif melindungi Pantai Pangandaran bagian timur dari terjangan gelombang pasang. Pada saat kejadian, gelombang pasang yang menghantam Semenanjung Pananjung dipantulkan sehingga bergerak menuju Pantai Pangandaran bagian barat dengan ketinggian sekitar dua meter pada jarak sekitar 200 meter dari garis pantai. Berdasarkan data ketinggian dan rambahan tsunami, diharapkan ada interpretasi tentang zona-zona rawan, dan ini sebagai masukan bagi penataan kembali tata ruang di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa.

Patahan Lembang Perlu Diwaspadai

Patahan Lembang yang berada di utara Kota Bandung akhir-akhir ini menjadi pusat perhatian dan kajian sains, baik oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), maupun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Bandung. Sesar yang diyakini aktif ini menyimpan ancaman besar akan gempa.
Dilihat dari kondisi segmen patahan yang terdiri dari satu segmentasi, berjarak sekitar 20 kilometer, terbentang mulai dari Manglayang hingga wilayah Parongpong, Lembang. sesar ini berpotensi menimbulkan gempa berkekuatan 6,9 SR. Sesar ini mirip Patahan Singkarak di Sumatera Barat yang menimbulkan gempa besar di Sumatera awal 2007, memiliki segmen terpisah, tetapi dalam satu garis sejajar. Bila satu segmen bergerak, itu bisa memicu yang lain an menimbulkan gempa besar.
Patahan Lembang akan sangat berbahaya bagi penduduk di Bandung. Selain jaraknya dekat, ini disebabkan kondisi struktur tanah aluvial yang membentuk cekungan Bandung. Dengan kekuatan sebesar ini,, akan berdampak luar biasa terhadap kawasan di sekitarnya. bahkan , dampak gempa itu nantinya mampu menyamai kejadian gempa di Yogya, Mei 2006, yang menewaskan ribuan warga. Masalahnya, kondisi tanah di Bandung tidak jauh beda dengan di Yogya, yang merupakan tanah endapan muda bekas danau purba. "Lapisan tanah ini belum terkonsolidasi betul sehingga efeknya mirip bubur di mangkuk ketika digoyangkan. Untuk itu, cukup dengan kekuatan kecil seperti terjadi di DIY, gempa dangkal yang terjadi bisa menimbulkan efek merusak luar biasa
Aktif atau tidaknya Patahan Lembang saat ini tidak perlu lagi diperdebatkan. sesar ini ternyata memiliki catatan periode pergerakan (gempa) dengan kisaran 400-700 tahun. Di dalam sampel endapan tanah bekas rawa yang ada di sekitar lokasi, diketahui bahwa setidaknya ada tujuh lapis tanah. Artinya, setidaknya pernah terjadi tujuh kali pergerakan,
Ancaman potensi gempa Patahan Lembang yang disampaikannya ini bukan untuk membuat resah warga di Bandung. "Sebaliknya, kami ingin mengingatkan warga agar bisa bersiap-siap dan waspada. Bagaimanapun, informasi adalah bentuk dari peringatan dini yang paling dini,mengenai potensi ancaman gempa patahan menjadi sebuah tantangan besar bagi LIPI maupun pemerintah. "Wajar jika pertama disosialisasikan, banyak warga yang panik atau takut. Belum lagi, resistensi yang ditimbulkan dari aspek kepentingan ekonomi," ucap warga Jepang ini."

catatan gempa di jawa:

Mengapa Masih Ada Gempa ?

Menurut para ilmuwan,lapisan-lapisan yang ada di Bumi, terdiri dari kerak atau kulit, lalu mantel, dan inti. Kerak bumi yang berwujud lempeng-lempeng ini rupanya telah bergerak ke sana-sini di permukaan Bumi setidaknya sejak 600 juta tahun terakhir—dan bisa jadi sejak beberapa miliar tahun sebelumnya (New York Public Library Science Desk Ref, 1995). sekarang ini, setiap lempeng bergerak dengan kecepatan berbeda-beda, di antaranya ada yang dengan kecepatan 2,5 sentimeter per tahun.
Para ilmuwan yakin, pada masa lalu, sekitar 250 juta tahun silam, ada benua besar atau superkontinen yang dinamai Pangaea (Nama Pangaea diusulkan oleh geolog besar Alfred Wegener tahun 1915). Sekitar 180 juta tahun lalu, superkontinen ini pecah, menjadi Gondwanaland, atau Gondwana, dan Laurasia. Gondwana adalah kontinen hipotetis yang dibentuk dari bersatunya Amerika Selatan, Afrika, Australia, India, dan Antartika. Sementara Laurasia tersusun dari Amerika Utara dan Eurasia. Sekitar 65 juta tahun silam—masa sekitar punahnya dinosaurus—kedua kontinen itu mulai berpisah, perlahan-lahan membentuk tatanan seperti yang kita lihat sekarang ini.
Ada prediksi menarik: dalam 50 juta tahun dari sekarang, pantai barat Amerika Utara akan robek dari daratan utama (mainland), dan—ini dia—Australia akan bergerak ke utara dan bertubrukan dengan Indonesia. Sementara Afrika dan Asia akan terpisah di Laut Merah.
Potensi gempa dari lempeng samudra masih menjadi kajian para ahli sepanjang zaman. Kajian itu di antaranya di Indonesia yang selama ini meneliti pergeseran lempeng Indo-Australia dan Eurasia. Penunjaman lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia selama ini terus terjadi sampai sekarang. Jika batuan pada lempeng Eurasia kuat menahan, terkumpul energi besar. Apabila suatu saat tak kuat menahan, energi tersebut lepas dan menjadi sumber kekuatan gempa, Penunjaman lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia, terjadi pergeseran rata-rata tujuh sentimeter setiap tahun. Sehingga samudra Hindia termasuk laut selatan Jawa merupakan kawasan rawan tsunami.
Semua kawasan di sepanjang pantai barat Sumatera hingga pantai selatan Jawa sampai pantai selatan Nusa Tenggara berpotensi terjadi gempa karena terletak di tumbukan antara lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia. masing-masing lokasi di kawasan itu memiliki zona gempa sendiri-sendiri yang tidak saling terkait antara zona satu dan zona lainnya. Gempa itu bisa saja memicu gempa susulan di sekitarnya, tetapi masih tetap di zona yang sama,"BMKG, tidak bisa memprediksi waktu dan besaran gempa yang terjadi. BMKG hanya mengumumkan potensi gempa besar dan gempa kecil di Indonesia. Potensi gempa besar di Pantai Barat Sumatera, Selatan Jawa, Selatan Nusa Tenggara, Utara Pulau Papua dan Utara Gorontalo. Sedangkan gempa kecil di Pulau Sumatera, Sukabumi, Yogyakarta, dan Sulawesi

Tulisan ini akan terus diupdate.........

Jumat, 09 Oktober 2009

Gempa 5,2 SR Goyang Sukabumi 09/10/09

Gempa mengguncang wilayah Sukabumi pada Jumat 09/10/09 dinihari pukul 01.56 WIB dengan kekuatan 5,2 Skala Richter (SR). Berpusat di 8,19 LS dan 107,22 BT atau 144 Km tenggara Sukabumi pada kedalaman 11 Km. Gempa tersebut dirasakan di Tasikmalaya dan Ciamis dengan kekuatan II sampai III MMI. Tepat sepuluh hari lalu pada lokasi yang sama juga terjadi gempa dengan kekuatan 5,5 SR, namun gempa tersebut juga tidak berdampak negatif pada warga.

Warga pada umumnya tidak merasakan karena terjadi saat sedang lelap tidur. Sejauh ini juga tidak dilaporkan adanya kerusakan harta benda maupun korban jiwa. Wilayah kecamatan Sagaranten yang merupakan wilayah terdekat dengan episentrum (pusat) Gempa juga sejauh ini belum ada laporan kerusakan ataupun korban.


sumber:
http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2009/10/09/warga-sukabumi-tak-rasakan-gempa
http://www.detiknews.com/read/2009/10/09/022251/1218244/10/gempa-52-sr-goyang-sukabumi

Kamis, 01 Oktober 2009

Gempa Mentawai Potensial Picu Gempa Besar

Gempa tektonik berkekuatan 7,6 pada skala Richter itu mengguncang Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) pada Rabu pukul 17.16 WIB. Gempa terjadi pada episentrum 0,84 Lintang selatan (LS) dan 99,65 bujur timur (BT), kira-kira 57 km barat laut Pariaman Provinsi Sumbar.
Menurut penjelasan Dr Danny Hilman Natawidjaya, pakar gempa dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Gempa berkekuatan 7,6 SR yang memorakporandakan Kota Padang dan Pariaman dan terasa hingga Kuala Lumpur dan Singapura, Rabu (30/9), tidak berpusat di zona subduksi lempeng tektonik Indo-Australia dan Eurasia, tetapi pada patahan di kerak yang menunjam di bawah Kota Padang, akibat pertemuan atau penunjaman lempeng tektonik Samudera Hindia di bawah lempeng Asia di pantai barat Sumatrapusat gempa tersebut kemungkinan di ujung patahan jauh di bawah dasar laut. Patahan-patahan seperti itu sulit dideteksi karena sangat dalam dan tidak tampak dari luar. Untuk mendeteksinya perlu radar yang bisa mendeteksi lapisan-lapisan tanah sangat dalam.
Selama ini para peneliti fokus mengantisipasi dampak kegempaan di zona subduksi segmen Mentawai yang sudah mengumpulkan energi sangat besar untuk dilepaskan dan paling rawan menimbulkan tsunami. Gempa 7,6 SR yang berpusat di barat Padang, Rabu (30/9), dinilai bukan gempa utama dalam siklus 200 tahunan yang selama ini diwaspadai di zona utama, yakni segmen Mentawai. Alasannya, gempa tidak berpusat di zona subduksi, namun di patahan yang ada di sekitarnya. Sehingga gempa ini akan membuat segmen subduksi menjadi lebih rawan. (Sebagai gambaran saja) Kalau seharusnya gempa utama terjadi 10 tahun lagi, mungkin bisa jadi 5 tahun lagi, karena gempa yang terjadi di Padang tersebut tidak mengurangi potensi pelepasan energi di segmen Mentawai, tapi malah bisa memicu pelepasan energi lebih cepat. Sehingga membuat zona utama lebih tegang karena 'dipukul' dari samping.
Potensi pelepasan energi di segmen Mentawai sebenarnya sudah berkurang, yakni saat terjadi gempa Bengkulu pada 12 September 2007. Gempa tersebut berpusat di kantung 'energi' yang sama dan mengurangi sekitar sepertiganya. Ia mengatakan, pelepasan energi di zona tersebut sebenarnya justru diharapkan sedikit demi sedikit.
Sejarah mencatat, gempa yang berpusat di sana pernah terjadi tahun 1650 dan 1833 dan menimbulkan tsunami yang diperkirakan sampai setinggi 10 meter di Padang. Saat ini segmen Mentawai sudah memasuki siklus 200 tahunan tersebut. Meski demikian, sampai saat ini belum ada teknologi dan belum ada seorang pun yang bisa memastikan kapan pastinya gempa tersebut terjadi.
Gempa di Provinsi Sumatra Barat pada Rabu (30/9) petang tidak memicu tsunami padahal termasuk sangat besar dengan kekuatan 7,6 SR dan di laut. Hal tersebut mungkin karena Pergerakannya dominan horisontal tidak vertikalpusat gempa 71 km di bawah permukaan laut dalam tidak cukup kuat untuk mengangkat kulit bumi.
Disamping sesar mentawai segmen kegempaan di Selat Sunda juga harus diwaspadai. Mengacu pada hasil survei global positioning system (GPS) yang dilakukan Kepala Bidang Geodinamika Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) Cecep Subarya, bahwa selama ini ada daerah yang ”terkunci” atau tidak mengalami pergeseran akibat subduksi lempeng, yaitu di daerah Rajabasa, Lampung. Selain itu, menurut pendapat Wahyu Triyoso dari ITB, diketahui pula adanya ”mekanisme engsel yang membuka” selat tersebut. Kondisi ini akan mengancam terjadinya gempa besar di Sukabumi. Diketahui di daerah ini terdapat sesar mikro Cimandiri yang menerus hingga ke Lembang. Sistem tektonis di selat ini dapat memicu gempa 8,6 SR.
Penelitian zona patahan yang dilakukan tim BPPT pada tahun 2002 telah menemukan terusan patahan Sumatera yang menerus hingga ke zona subduksi lempeng. Sesar atau patahan ini panjangnya 300 kilometer ke arah tenggara. Jaraknya dengan Sukabumi sekitar 350 kilometer. Penemuan adanya terusan sesar Sumatera mengarah ke tenggara mendekati zona subduksi lempeng, telah memberi gambaran adanya bagian yang mengunci pergerakan daratan di selatan Lampung. Bagian ini berupa bidang segitiga yang terobek sesar Selat Sunda. Lepasnya energi di bagian ini akan mengakibatkan gempa besar berskala sekitar 8 SR.

Terjadi 1908

Peneliti di Pusat Geoteknologi LIPI, Danny Hilman, mengemukakan, berdasarkan data dari United States Geographical Survey (USGS), gempa besar berkekuatan 8 SR pernah mengguncang kawasan Selat Sunda pada tahun 1908. Apabila melihat dampak kerusakan yang terjadi, yaitu wilayah Anyer dan Jakarta, sumber gempa saat itu ada di Selat Sunda, bukan di selatan Jawa Barat. Jadi energi yang tinggal sudah berkurang. Hingga kini belum diketahui periode kegempaan di kawasan Selat Sunda.


Indonesia diprediksi akan kembali dilanda gempa yang lebih dahsyat dibanding gempa Sumbar 30 September. Hal ini dikarenakan dua lempeng tektonik yang berada di bawah Pulau Sumatera masih terus melakukan penyesuaian.

Hal itu disampaikan oleh para ahli gempa dari Earth Observatory of Singapore (EOS), seperti dilansir Los Angeles Times, Selasa (6/10/2009).

EOS yang merupakan lembaga yang dibiayai pemerintah Singapura khusus untuk meneliti tsunami, gunung berapi, gempa bumi, dan perubahan iklim, telah melakukan penelitian selama 3 hari pasca gempa Sumbar terhadap gejala seismik di beberapa lempeng di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan menggunakan peralatan Global Positioning System (GPS), catatan historis, dan pola pertumbuhan koral yang didasarkan pada kandungan uranium.

Dari penelitian tersebut, EOS menemukan gempa Sumbar hanya sedikit mengurangi ketegangan yang ada di area pertemuan dua lempeng tektonik. Menurutnya, gempa yang lebih buruk akan terjadi di wilayah Padang dan sekitarnya dalam beberapa dekade ke depan, namun prediksi waktu terjadinya tidak dapat dipastikan.

"Kita tidak berpikir ini yang paling besar. Bisa terjadi kapan saja, sekarang, 20 tahun lagi atau bahkan lebih," kata Direktur Teknik EOS Paramesh Banerjee.

Dikatakan dia, gempa Sumbar terjadi di area yang menjadi pertemuan dua lempeng, yaitu Lempeng Indo-Australia yang berada di bawah Lempeng Sunda. Area pertemuan dua lempeng tersebut tepat berada di bawah Padang dan Aceh, yang 2004 lalu telah lebih dulu diguncang gempa bumi beserta tsunami.

"Ketika satu lempeng berada di bawah lempeng lain, itu disebut 'subduksi'. Tapi itu tidak terjadi dengan tenang. Pertemuan dua lempeng menjadi stag dan kemudian terselip. Proses selip itu yang disebut gempa," tutur Banerjee.

Kedua lempeng ini melakukan terus penyesuaian beberapa inci setiap tahunnya, dan akan terus terjadi selama bertahun-tahun bahkan berabad-abad, sebelum akhirnya nanti akan terjadi penyesuaian yang paling dahsyat dan terjadilah gempa yang sangat besar. Besarnya gempa tergantung pada ukuran patahan dan seberapa besar penyesuaian patahan tersebut terjadi.

Pada kasus patahan Sunda, yang berhubungan dengan pantai barat Sumatera terjadi selip sedalam 30 meter tahun 2004 lalu dan memicu tsunami di Aceh. Kemudian tahun 2005 terjadi selip sedalam 12 meter yang memicu gempa bumi 8,7 SR yang melanda Nias dan Kepulauan Simeulue.

Menurut EOS, penyesuaian patahan selanjutnya masih akan terjadi tepat di wilayah pantai Padang, meskipun gempa telah mengguncang wilayah tersebut 30 September.

Bila anda ingin mengcopy, sertakan Link ke artikel ini: http://kusnadiyono.blogspot.com/2009/10/gempa-mentawai-potensial-picu-gempa.html


Sumber :
http://www.detiknews.com/read/2009/10/06/105545/1216097/10/gempa-sangat-besar-mengancam-indonesia-beberapa-dekade-ke-depan

http://sains.kompas.com/read/xml/2009/10/01/10111510/waspadai.gempa.mentawai.ini.baru.pemicunya.
http://sains.kompas.com/read/xml/2009/10/01/09081256 pakar.gempa.pusat.gempa.padang.bukan.di.zona.subduksi.
http://sains.kompas.com/read/xml/2009/09/30/20110527/kenapa.gempa.76.sr.di.laut.tak.memicu.tsunami

Rabu, 30 September 2009

Gempa 5,1 SR Guncang Mentawai

Setelah gempa melanda Jambi, gempa juga mengguncang Mentawai, Sumatera Barat Gempa ini berkekuatan 5.1 skala richter (SR). Gempa terjadi pada pukul 10.34 WIB, Kamis (1/10/2009) Gempa terjadi pada 1.47 LS-99.73 BT atau 82 km timur laut Sipura Mentawai, Sumatra Barat, pada kedalaman 10 km. Gempa tidak berpotensi tsunami

Jambi-Bengkulu Diguncang Gempa 7 SR,

Berdasarkan data yang terdapat dalam situs Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), gempa tersebut terjadi pukul 08.52 WIB, Kamis (1/10/2009). Gempa 7 Skala Richter ini berpusat tak jauh dari Jambi dan Bengkulu. Pusat gempa terletak di 46 km tenggara Sungai Penuh Jambi, 54 km timur laut Mukomuko Bengkulu, 86 km barat daya Bangko Jambi, 101 km barat laut Muara Anam Bengkulu dan 121 km barat data Muarabungo Jambi dengan kedalaman 10 km, tidak menimbulkan tsunami karena berpusat di darat.
Gempa terjadi akibat adanya patahan Semangko (patahan besar di sekitar Samudera Hindia) yang terletak di wilayah Sumatera. bukanlah gempa susulan dari gempa yang terjadi di Sumatera Barat (Sumbar) Rabu (30/9/2009) . Dilihat posisi pusat gempa jelas ada perbedaan di antara dua gempa tersebut. dilihat dari posisi, yang satu di laut (gempa Sumbar), yang sekarang di darat (gempa Jambi-Bengkulu).
Gempa yang terjadi , membuat warga Mokumoku, Bengkulu, berhamburan keluar rumah di tengah hujan besar mengguyur. Warga juga tidak henti-hentinya berteriak Allahu Akbar, Allahu Akbar! akibat gempa hari ini dan Rabu (30/9) kemarin, tembok rumah warga retak-retak. Hingga kini warga masih bertahan di halaman rumah sambil berhujan-hujan karena takut gempa susulan.

Gempa Bumi Besar Mengguncang Sumatra Barat

Gempa bumi besar mengguncang Sumatra Barat . U.S. Geological Survey (USGS) mencatat gempa tersebut berkekuatan 7,6 SR. . Gempa terjadi pukul 17.16 WIB. pada kedalaman 71 km," berlokasi di 0.84 LS-99.65 BT atau 57 km barat daya Pariaman, Sumatra Barat. terasa hingga Johor Bahru, Malaysia & Singapura.
Dirasakan di Padang, VI-VII Modified Mercalli Intensity (MMI),Selain itu, gempa juga dirasakan di 9 wilayah lain di Indonesia, yaitu di Pekanbaru sebesar II-III MMI, Bukit Tinggi III-IV MMI, Sibolga IV, Tapanuli Selatan III-IV, Bengkulu III-IV, Liwa III-IV, Muko-Muko III-IV, Gunung Sitoli IV, dan Jakarta II MMI. Goncangan gempa skala I MMI berarti masyarakat tidak merasakan. Skala II ada beberapa yang merasakan. Skala III artinya gempa sudah mulai dirasakan. Skala IV dirasakan masyarakat banyak. Skala V-VII orang panik dan sulit berjalan. Sementara skala VIII-IX berarti bangunan ada yang roboh dan masyarakat sulit berdiri.
Kerusakan akibat gempa 7,6 Skala Richter (SR) di Sumatera Barat (Sumbar) diperkirakan lebih hebat dibanding gempa Tasikmalaya beberapa waktu lalu. Banyak rumah di Padang hancur, termasuk rumah sakit. Beberapa rumah juga terbakar, termasuk Pasar Raya. tiang listrik juga roboh, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) mengimbau kepada warga Padang, Sumatera Barat, untuk tidak buru-buru kembali masuk ke rumah. Pasalnya, gempa susulan akan terus terjadi. Gempa susulan dg kekuatan 6.2 SR terjadi pada pukul 17.38 WIB. Titik pusat gempa di 22 Km Barat Daya Pariaman, Sumatra Barat atau 0.72LS-99.94 BT, kedalaman 110 km di bawah laut
Hotel Bumi Minang hotel bintang empat yang menjadi salah satu hotel favorit di Padang ini porak-poranda. Hotel berlantai tujuh itu kini rata dengan tanah. Hotel di Jalan Bundo Kandung 20-28 yang sebelumnya nampak anggun itu benar-benar tak berbentuk lagi.


Artikel Terkait:

Pascagempa Tasikmalaya Bawa Dua Kemungkinan

Rabu, 02 September 2009

Pascagempa Tasikmalaya Bawa Dua Kemungkinan

Pusat gempa dari gempa berskala 7,3 skala Richter di Tasikmalaya, Rabu (2/9) pada pukul 14.55 WIB, berada di utara episentrum gempa Pangandaran tahun 2006. Gempa ini berdampak bagi segmen kegempaan di Selat Sunda, yang menyebabkan gempa 8,6 SR pada tahun 1908.

Lokasi gempa Tasikmalaya, menurut Direktur Pusat Teknologi Sumber Daya Mineral Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Yusuf Surachman, lebih dekat dengan daratan atau pantai, yaitu di fault arc basin (busur patahan di dasar laut). Gempa ini berhubungan dengan subduksi lempeng Australia terhadap Eurasia, yang merupakan patahan naik (normal trust fault).

Dua kemungkinan

Dengan munculnya gempa Tasikmalaya, ada dua kemungkinan yang dapat terjadi. Pertama, gempa tersebut mengusik mekanisme kegempaan di Selat Sunda hingga akan mengakibatkan gempa dahsyat berskala sekitar 8 SR. Kemungkinan lain adalah gempa tersebut justru mengurangi akumulasi energi yang terkumpul selama 101 tahun di ujung tenggara Pulau Sumatera, dari tahun 1908-2009.

Mengacu pada hasil survei global positioning system (GPS) yang dilakukan Kepala Bidang Geodinamika Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) Cecep Subarya, bahwa selama ini ada daerah yang ”terkunci” atau tidak mengalami pergeseran akibat subduksi lempeng, yaitu di daerah Rajabasa, Lampung. Selain itu, menurut pendapat Wahyu Triyoso dari ITB, diketahui pula adanya ”mekanisme engsel yang membuka” selat tersebut.

Kondisi ini akan mengancam terjadinya gempa besar di Sukabumi. Diketahui di daerah ini terdapat sesar mikro Cimandiri yang menerus hingga ke Lembang. Sistem tektonis di selat ini, Wahyu memprediksi, dapat memicu gempa 8,6 SR.

Penelitian zona patahan yang dilakukan tim BPPT pada tahun 2002 telah menemukan terusan patahan Sumatera yang menerus hingga ke zona subduksi lempeng. Sesar atau patahan ini panjangnya 300 kilometer ke arah tenggara. Jaraknya dengan Sukabumi sekitar 350 kilometer.

Penemuan adanya terusan sesar Sumatera mengarah ke tenggara mendekati zona subduksi lempeng, telah memberi gambaran adanya bagian yang mengunci pergerakan daratan di selatan Lampung. Bagian ini berupa bidang segitiga yang terobek sesar Selat Sunda. ”Lepasnya energi di bagian ini akan mengakibatkan gempa besar berskala sekitar 8 SR.”

Terjadi 1908

Peneliti di Pusat Geoteknologi LIPI, Danny Hilman, mengemukakan, berdasarkan data dari United States Geographical Survey (USGS), gempa besar berkekuatan 8 SR pernah mengguncang kawasan Selat Sunda pada tahun 1908. Apabila melihat dampak kerusakan yang terjadi, yaitu wilayah Anyer dan Jakarta, sumber gempa saat itu ada di Selat Sunda, bukan di selatan Jawa Barat. Jadi energi yang tinggal sudah berkurang. Hingga kini belum diketahui periode kegempaan di kawasan Selat Sunda.

Kompas: Kamis, 3 September 2009 | 03:46 WIB