Kamis, 01 Oktober 2009

Gempa Mentawai Potensial Picu Gempa Besar

Gempa tektonik berkekuatan 7,6 pada skala Richter itu mengguncang Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) pada Rabu pukul 17.16 WIB. Gempa terjadi pada episentrum 0,84 Lintang selatan (LS) dan 99,65 bujur timur (BT), kira-kira 57 km barat laut Pariaman Provinsi Sumbar.
Menurut penjelasan Dr Danny Hilman Natawidjaya, pakar gempa dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Gempa berkekuatan 7,6 SR yang memorakporandakan Kota Padang dan Pariaman dan terasa hingga Kuala Lumpur dan Singapura, Rabu (30/9), tidak berpusat di zona subduksi lempeng tektonik Indo-Australia dan Eurasia, tetapi pada patahan di kerak yang menunjam di bawah Kota Padang, akibat pertemuan atau penunjaman lempeng tektonik Samudera Hindia di bawah lempeng Asia di pantai barat Sumatrapusat gempa tersebut kemungkinan di ujung patahan jauh di bawah dasar laut. Patahan-patahan seperti itu sulit dideteksi karena sangat dalam dan tidak tampak dari luar. Untuk mendeteksinya perlu radar yang bisa mendeteksi lapisan-lapisan tanah sangat dalam.
Selama ini para peneliti fokus mengantisipasi dampak kegempaan di zona subduksi segmen Mentawai yang sudah mengumpulkan energi sangat besar untuk dilepaskan dan paling rawan menimbulkan tsunami. Gempa 7,6 SR yang berpusat di barat Padang, Rabu (30/9), dinilai bukan gempa utama dalam siklus 200 tahunan yang selama ini diwaspadai di zona utama, yakni segmen Mentawai. Alasannya, gempa tidak berpusat di zona subduksi, namun di patahan yang ada di sekitarnya. Sehingga gempa ini akan membuat segmen subduksi menjadi lebih rawan. (Sebagai gambaran saja) Kalau seharusnya gempa utama terjadi 10 tahun lagi, mungkin bisa jadi 5 tahun lagi, karena gempa yang terjadi di Padang tersebut tidak mengurangi potensi pelepasan energi di segmen Mentawai, tapi malah bisa memicu pelepasan energi lebih cepat. Sehingga membuat zona utama lebih tegang karena 'dipukul' dari samping.
Potensi pelepasan energi di segmen Mentawai sebenarnya sudah berkurang, yakni saat terjadi gempa Bengkulu pada 12 September 2007. Gempa tersebut berpusat di kantung 'energi' yang sama dan mengurangi sekitar sepertiganya. Ia mengatakan, pelepasan energi di zona tersebut sebenarnya justru diharapkan sedikit demi sedikit.
Sejarah mencatat, gempa yang berpusat di sana pernah terjadi tahun 1650 dan 1833 dan menimbulkan tsunami yang diperkirakan sampai setinggi 10 meter di Padang. Saat ini segmen Mentawai sudah memasuki siklus 200 tahunan tersebut. Meski demikian, sampai saat ini belum ada teknologi dan belum ada seorang pun yang bisa memastikan kapan pastinya gempa tersebut terjadi.
Gempa di Provinsi Sumatra Barat pada Rabu (30/9) petang tidak memicu tsunami padahal termasuk sangat besar dengan kekuatan 7,6 SR dan di laut. Hal tersebut mungkin karena Pergerakannya dominan horisontal tidak vertikalpusat gempa 71 km di bawah permukaan laut dalam tidak cukup kuat untuk mengangkat kulit bumi.
Disamping sesar mentawai segmen kegempaan di Selat Sunda juga harus diwaspadai. Mengacu pada hasil survei global positioning system (GPS) yang dilakukan Kepala Bidang Geodinamika Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) Cecep Subarya, bahwa selama ini ada daerah yang ”terkunci” atau tidak mengalami pergeseran akibat subduksi lempeng, yaitu di daerah Rajabasa, Lampung. Selain itu, menurut pendapat Wahyu Triyoso dari ITB, diketahui pula adanya ”mekanisme engsel yang membuka” selat tersebut. Kondisi ini akan mengancam terjadinya gempa besar di Sukabumi. Diketahui di daerah ini terdapat sesar mikro Cimandiri yang menerus hingga ke Lembang. Sistem tektonis di selat ini dapat memicu gempa 8,6 SR.
Penelitian zona patahan yang dilakukan tim BPPT pada tahun 2002 telah menemukan terusan patahan Sumatera yang menerus hingga ke zona subduksi lempeng. Sesar atau patahan ini panjangnya 300 kilometer ke arah tenggara. Jaraknya dengan Sukabumi sekitar 350 kilometer. Penemuan adanya terusan sesar Sumatera mengarah ke tenggara mendekati zona subduksi lempeng, telah memberi gambaran adanya bagian yang mengunci pergerakan daratan di selatan Lampung. Bagian ini berupa bidang segitiga yang terobek sesar Selat Sunda. Lepasnya energi di bagian ini akan mengakibatkan gempa besar berskala sekitar 8 SR.

Terjadi 1908

Peneliti di Pusat Geoteknologi LIPI, Danny Hilman, mengemukakan, berdasarkan data dari United States Geographical Survey (USGS), gempa besar berkekuatan 8 SR pernah mengguncang kawasan Selat Sunda pada tahun 1908. Apabila melihat dampak kerusakan yang terjadi, yaitu wilayah Anyer dan Jakarta, sumber gempa saat itu ada di Selat Sunda, bukan di selatan Jawa Barat. Jadi energi yang tinggal sudah berkurang. Hingga kini belum diketahui periode kegempaan di kawasan Selat Sunda.


Indonesia diprediksi akan kembali dilanda gempa yang lebih dahsyat dibanding gempa Sumbar 30 September. Hal ini dikarenakan dua lempeng tektonik yang berada di bawah Pulau Sumatera masih terus melakukan penyesuaian.

Hal itu disampaikan oleh para ahli gempa dari Earth Observatory of Singapore (EOS), seperti dilansir Los Angeles Times, Selasa (6/10/2009).

EOS yang merupakan lembaga yang dibiayai pemerintah Singapura khusus untuk meneliti tsunami, gunung berapi, gempa bumi, dan perubahan iklim, telah melakukan penelitian selama 3 hari pasca gempa Sumbar terhadap gejala seismik di beberapa lempeng di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan menggunakan peralatan Global Positioning System (GPS), catatan historis, dan pola pertumbuhan koral yang didasarkan pada kandungan uranium.

Dari penelitian tersebut, EOS menemukan gempa Sumbar hanya sedikit mengurangi ketegangan yang ada di area pertemuan dua lempeng tektonik. Menurutnya, gempa yang lebih buruk akan terjadi di wilayah Padang dan sekitarnya dalam beberapa dekade ke depan, namun prediksi waktu terjadinya tidak dapat dipastikan.

"Kita tidak berpikir ini yang paling besar. Bisa terjadi kapan saja, sekarang, 20 tahun lagi atau bahkan lebih," kata Direktur Teknik EOS Paramesh Banerjee.

Dikatakan dia, gempa Sumbar terjadi di area yang menjadi pertemuan dua lempeng, yaitu Lempeng Indo-Australia yang berada di bawah Lempeng Sunda. Area pertemuan dua lempeng tersebut tepat berada di bawah Padang dan Aceh, yang 2004 lalu telah lebih dulu diguncang gempa bumi beserta tsunami.

"Ketika satu lempeng berada di bawah lempeng lain, itu disebut 'subduksi'. Tapi itu tidak terjadi dengan tenang. Pertemuan dua lempeng menjadi stag dan kemudian terselip. Proses selip itu yang disebut gempa," tutur Banerjee.

Kedua lempeng ini melakukan terus penyesuaian beberapa inci setiap tahunnya, dan akan terus terjadi selama bertahun-tahun bahkan berabad-abad, sebelum akhirnya nanti akan terjadi penyesuaian yang paling dahsyat dan terjadilah gempa yang sangat besar. Besarnya gempa tergantung pada ukuran patahan dan seberapa besar penyesuaian patahan tersebut terjadi.

Pada kasus patahan Sunda, yang berhubungan dengan pantai barat Sumatera terjadi selip sedalam 30 meter tahun 2004 lalu dan memicu tsunami di Aceh. Kemudian tahun 2005 terjadi selip sedalam 12 meter yang memicu gempa bumi 8,7 SR yang melanda Nias dan Kepulauan Simeulue.

Menurut EOS, penyesuaian patahan selanjutnya masih akan terjadi tepat di wilayah pantai Padang, meskipun gempa telah mengguncang wilayah tersebut 30 September.

Bila anda ingin mengcopy, sertakan Link ke artikel ini: http://kusnadiyono.blogspot.com/2009/10/gempa-mentawai-potensial-picu-gempa.html


Sumber :
http://www.detiknews.com/read/2009/10/06/105545/1216097/10/gempa-sangat-besar-mengancam-indonesia-beberapa-dekade-ke-depan

http://sains.kompas.com/read/xml/2009/10/01/10111510/waspadai.gempa.mentawai.ini.baru.pemicunya.
http://sains.kompas.com/read/xml/2009/10/01/09081256 pakar.gempa.pusat.gempa.padang.bukan.di.zona.subduksi.
http://sains.kompas.com/read/xml/2009/09/30/20110527/kenapa.gempa.76.sr.di.laut.tak.memicu.tsunami

Tidak ada komentar:

Posting Komentar