Jumat, 30 Maret 2012

Daging Sapi Import, Halalkah?

Di Islam sendiri sudah ada aturan2 yg cukup tegas mengenai proses penyembelihan hewan, entah itu hewan untuk konsumsi sehari-hari ataupun hewan qurban. Aturan-aturan disusun berdasar contoh Rasululloh SAW dan kesepakatan para ulama.

Aturan-aturan tersebut antara lain:
1. Membaca basmalah.
2. Menghadapkan hewan ke arah kiblat
3. Hewan ditidurkan
4. Gunakan senjata yg tajam. “Sesungguhnya ALLOH SWT menetapkan ihsan (kebaikan) pada segala sesuatu. Maka jika kalian membunuh hendaklah kalian berbuat ihsan dalam membunuh, dan apabila kalian menyembelih, maka hendaklah berbuat ihsan dalam menyembelih. (Yaitu) hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan pisaunya agar meringankan binatang yang disembelihnya.” (H.R. Muslim)
5. Diarahkan ke titik-titik vital hewan, yakni urat tenggorokan, urat pencernaan, dan dua urat nadi (istilah kedokterannya: arteri karotis danvena jugularis). Hal ini disampaikan madzab Hanafi dan Maliki.
Para penyayang binatang menganggap menyembelih hewan seperti yg selama ini dilakukan oleh Islam dan Yahudi, yakni menyembelih hewan yg sadar, adalah perbuatan yg menyiksa binatang, maka dilakukan pembiusan terhadap binatang2 yg hendak disembelih, pembiusan telah lazim dilakukan di negara2 Barat. Dalam keadaan pingsan, sapi menjadi lebih mudah dikendalikan, ia akan jatuh dan langsung disembelih oleh jagal.

Metode memingsankan hewan juga dimaksudkan untuk mempermudah penyembelihan hewan . Secara teknis cara ini memberikan kemudahan. Sebab hewan yang sudah dipingsankan itu tidak akan meronta dan melakukan gerakan, sehingga penyembelih menjadi lebih mudah melakukan tugasnya.

Ada beberapa metode pemingsanan yang sering dilakukan untuk berbagai jenis hewan. Untuk hewan ternak besar, seperti sapi dan kambing, biasanya digunakan metode penembakan atau pemukulan pada bagian kepalanya. Dengan pistol dan peluru khusus proses penembakan ini dilakukan pada ukuran kaliber yang berbeda-beda sesuai dengan besar kecilnya ukuran sapi. Metode ini dikenal dengan captive bolt pistol. Kepala yang ditembak dengan peluru tumpul ini menyebabkan kerusakan pada jaringan otak, sehingga ternak akan mengalami goyah dan pingsan.

Jenis pistol, kaliber dan berat peluru sangat berpengaruh terhadap daya pingsan hewan. Beberapa contoh pemingsanan untuk jenis hewan yang berbeda-beda dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Penggunaan metode pemingsanan ini perlu dikaji dengan seksama agar benar-benar memberikan pengaruh yang tepat bagi hewan ternak. Ketika kekuatan peluru yang digunakan terlalu ringan, maka hewan tidak akan pingsan, bahkan akan meradang dan menjadi ganas. Ia akan meronta dan mengeluarkan tenaganya untuk berontak. Hal ini bisa membahayakan pekerja atau jagal yang akan menyembelihnya.

Titik kritis pada proses ini adalah, apakah sapi atau binatang ternak itu sudah mati atau hanya pingsan oleh penembakan tersebut. Sebab kalau jenis peluru yang digunakan terlalu besar, maka ada peluang hewan tersebut tidak hanya sekedar pingsan, tetapi langsung mati. Jika hal itu yang terjadi, maka binatang tersebut telah menjadi bangkai. Proses penyembelihan yang dilakukan sesudah itu menjadi sia-sia karena ia telah mati.

Selain itu waktu untuk menyembelih juga harus dilakukan secara tepat. Jarak waktu yang ideal antara proses stunning dengan proses penyembelihan adalah 20 hingga 30 detik. Kurang dari itu akan sulit melakukannya, sementara lebih dari itu akan menghasilkan dampak kurang baik.



Metode stunning telah diterapkan di banyak negara, di Amerika, Eropa, Australia, termasuk juga di Indonesia. Metode ini di satu sisi memang memberikan banyak kemudahan dalam menyembelih hewan ternak, khususnya dalam skala besar. Namun di sisi lain metode ini juga menyebabkan resiko dalam kehalalan, jika tidak dilakukan dengan tepat dan baik.

Majelis Ulama Indonesia melalui Komisi Fatwa sebenarnya membolehkan metode stunning ini, tetapi dengan syarat ada jaminan bahwa hewan yang mengalami pemingsanan tersebut tidak mati sebelum disembelih. Kematian hewan tersebut harus akibat proses penyembelihan, bukan akibat penembakan atau pemingsanan. Jaminan inilah yang harus dipenuhi pengelola rumah potong untuk menghasilkan daging yang halal.




Saat saya mencari referensi di internet, saya temukan hasil penelitian yg menarik. Saya copy paste saja ke sini untuk memudahkan pembaca dari sumber aslinya di sini.

Di bawah ini adalah tulisan yang disadur dan diringkas oleh Usman Effendi AS.,dari makalah tulisan Nanung Danar Dono, S.Pt., M.P., Sekretaris Eksekutif LP.POM-MUI Propinsi DIY dan Dosen Fakultas Peternakan UGM Yogyakarta:

Melalui penelitian ilmiah yang dilakukan oleh dua staf ahli peternakan dari Hannover University, sebuah universitas terkemuka di Jerman. Yaitu: Prof.Dr. Schultz dan koleganya, Dr. Hazim. Keduanya memimpin satu tim penelitian terstruktur untuk menjawab pertanyaan: manakah yang lebih baik dan paling tidak sakit, penyembelihan secara Syari’at Islam yang murni (tanpa proses pemingsanan) ataukah penyembelihan dengan cara Barat (dengan pemingsanan)?

Keduanya merancang penelitian sangat canggih, mempergunakan sekelompok sapi yang telah cukup umur (dewasa). Pada permukaan otak kecil sapi-sapi itu dipasang elektroda (microchip) yang disebut Electro-Encephalograph (EEG). Microchip EEG dipasang di permukaan otak yang menyentuh titik (panel) rasa sakit di permukaan otak, untuk merekam dan mencatat derajat rasa sakit sapi ketika disembelih. Di jantung sapi-sapi itu juga dipasang Electro Cardiograph (ECG) untuk merekam aktivitas jantung saat darah keluar karena disembelih.

Untuk menekan kesalahan, sapi dibiarkan beradaptasi dengan EEG maupun ECG yang telah terpasang di tubuhnya selama beberapa minggu. Setelah masa adaptasi dianggap cukup, maka separuh sapi disembelih sesuai dengan Syariat Islam yang murni, dan separuh sisanya disembelih dengan menggunakan metode pemingsanan yang diadopsiBarat.

Dalam Syariat Islam, penyembelihan dilakukan dengan menggunakan pisau yang tajam, dengan memotong tiga saluran pada leher bagian depan, yakni: saluran makanan, saluran nafas serta dua saluran pembuluh darah, yaitu: arteri karotis dan vena jugularis.

Patut pula diketahui, syariat Islam tidak merekomendasikan metoda atau teknik pemingsanan. Sebaliknya, Metode Barat justru mengajarkan atau bahkan mengharuskan agar ternak dipingsankan terlebih dahulu sebelum disembelih.

Selama penelitian, EEG dan ECG pada seluruh ternak sapi itu dicatat untuk merekam dan mengetahui keadaan otak dan jantung sejak sebelum pemingsanan (atau penyembelihan) hingga ternak itu benar-benar mati. Nah, hasil penelitian inilah yang sangat ditunggu-tunggu!

Dari hasil penelitian yang dilakukan dan dilaporkan oleh Prof. Schultz dan Dr. Hazim di Hannover University Jerman itu dapat diperoleh beberapa hal sbb.:

Penyembelihan Menurut Syariat Islam

Hasil penelitian dengan menerapkan praktek penyembelihan menurut Syariat Islam menunjukkan:

Pertama

pada 3 detik pertama setelah ternak disembelih (dan ketiga saluran pada leher sapibagian depan terputus), tercatat tidak ada perubahan pada grafik EEG. Hal ini berarti bahwa pada 3 detik pertama setelah disembelih itu, tidak ada indikasi rasa sakit.

Kedua

pada 3 detik berikutnya, EEG pada otak kecil merekam adanya penurunan grafik secara bertahap yang sangat mirip dengan kejadian deep sleep (tidur nyenyak) hingga sapi-sapiitu benar-benar kehilangan kesadaran. Pada saat tersebut, tercatat pula oleh ECG bahwa jantung mulai meningkat aktivitasnya.

Ketiga

setelah 6 detik pertama itu, ECG pada jantung merekam adanya aktivitas luar biasa dari jantung untuk menarik sebanyak mungkin darah dari seluruh anggota tubuh dan memompanya keluar. Hal ini merupakan refleksi gerakan koordinasi antara jantung dan sumsum tulang belakang (spinal cord). Pada saat darah keluar melalui ketiga saluran yang terputus di bagian leher tersebut, grafik EEG tidak naik, tapi justru drop (turun) sampai ke zero level (angka nol). Hal ini diterjemahkan oleh kedua peneliti ahli itu bahwa: “No feeling of pain at all!” (tidak ada rasa sakit sama sekali!).

Keempat

karena darah tertarik dan terpompa oleh jantung keluar tubuh secara maksimal, maka dihasilkan healthy meat (daging yang sehat) yang layak dikonsumsi bagi manusia. Jenis daging dari hasil sembelihan semacam ini sangat sesuai dengan prinsip Good Manufacturing Practise (GMP) yang menghasilkan Healthy Food.

Penyembelihan Cara Barat

Pertama

segera setelah dilakukan proses stunning (pemingsanan), sapi terhuyung jatuh dan collaps (roboh). Setelah itu, sapi tidak bergerak-gerak lagi, sehingga mudah dikendalikan. Oleh karena itu, sapi dapat pula dengan mudah disembelih tanpa meronta-ronta, dan (tampaknya) tanpa (mengalami) rasa sakit. Pada saat disembelih, darah yang keluar hanya sedikit, tidak sebanyak bila disembelih tanpa proses stunning (pemingsanan).

Kedua

segera setelah proses pemingsanan, tercatat adanya kenaikan yang sangat nyata pada grafik EEG. Hal itu mengindikasikan adanya tekanan rasa sakit yang diderita oleh ternak (karena kepalanya dipukul, sampai jatuh pingsan).

Ketiga

grafik EEG meningkat sangat tajam dengan kombinasi grafik ECG yang drop ke batas paling bawah. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan rasa sakit yang luar biasa, sehingga jantung berhenti berdetak lebih awal. Akibatnya, jantung kehilangan kemampuannya untuk menarik dari dari seluruh organ tubuh, serta tidak lagi mampu memompanya keluar dari tubuh.

Keempat

karena darah tidak tertarik dan tidak terpompa keluar tubuh secara maksimal, maka darah itu pun membeku di dalam urat-urat darah dan daging, sehingga dihasilkan unhealthy meat (daging yang tidak sehat), yang dengan demikian menjadi tidak layak untuk dikonsumsi oleh manusia. Disebutkan dalam khazanah ilmu dan teknologi daging, bahwa timbunan darah beku (yang tidak keluar saat ternak mati/disembelih) merupakan tempat atau media yang sangat baik bagi tumbuh-kembangnya bakteri pembusuk, yang merupakan agen utama merusak kualitas daging.

Bukan Ekspresi Rasa Sakit! (t275: ini yg patut disorot)

Meronta-ronta dan meregangkan otot pada saat ternak disembelih ternyata bukanlah ekspresi rasa sakit! Sangat jauh berbeda dengan dugaan kita sebelumnya! Bahkan mungkin sudah lazim menjadi keyakinan kita bersama, bahwa setiap darah yang keluar dari anggota tubuh yang terluka, pastilah disertai rasa sakit dan nyeri. Terlebih lagi yang terluka adalah leher dengan luka terbuka yang menganga lebar…!

Hasil penelitian Prof. Schultz dan Dr. Hazim justru membuktikan yang sebaliknya. Yakni bahwa pisau tajam yang mengiris leher (sebagai syariat Islam dalam penyembelihan ternak) ternyata tidaklah ‘menyentuh’ saraf rasa sakit. Oleh karenanya kedua peneliti ahli itu menyimpulkan bahwa sapi meronta-ronta dan meregangkan otot bukanlah sebagai ekspresi rasa sakit, melainkan sebagai ekspresi ‘keterkejutan otot dan saraf’ saja (yaitu pada saat darah mengalir keluar dengan deras). Mengapa demikian? Hal ini tentu tidak terlalu sulit untuk dijelaskan, karena grafik EEG tidak membuktikan juga tidak menunjukkan adanya rasa sakit itu.

I

Jadi, menurut saya, TIDAK PERLU metode pemingsanan hewan, Tambahan: ayat terkait dengan artikel ini adalah Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al Maidah(5):3)


http://tausyiah275.blogsome.com/2011/11/06/hukum-menyembelih-hewan-tidak-sadar/

Kamis, 29 Maret 2012

ngalap berkah Kebo Kyai Slamet

Keraton Kasunanan Surakarta setiap tahun menggelar tradisi menyambut datangnya Tahun Baru Jawa 1 Sura, yang acara intinya mengarak pusaka keraton berwujud kerbau dengan nama Kyai Slamet dan pusaka lainnya.

Hingga saat ini, pamor Kyai Slamet masih dipercaya kesakralannya. Ketika kerbau tersebut buang hajat saat dikirab, maka kotorannya menjadi rebutan warga, sebagai tradisi ngalap berkah.Slamet adalah Kerbau jantan besar keturunan Kerbau bule zaman pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusumo di Keraton Mataram. Perhelatan ini sudah berlangsung turun temurun, sejak masa pemerintahan Pakubuwono (PB) IX.

Pada zaman Sultan Agung pernah terjadi peristiwa mengejutkan. Ada perkampungan yang dilanda kebakaran hebat. Saking besarnya api hampir ke kawasan Keraton Mataram. Anehnya, setiap jilatan api, tidak mampu melewati ATAP sebuah kandang. Walaupun tempat lain di dekat kandang sudah dilalap api. Dalam keadaan demikian membuat masyarakat yang melihat bingung dan berita tersebut sampai kepada sang Raja. Maka diperintah para punggawa untuk menanggulanginya.

Setelah api dapat dipadamkan, menghadaplah seorang Demang kepada Sultan Agung dan menceritakan keanehan kandang hewan yang beratap rumbia itu. Kandang tetap utuh dan tanaman di sekitarnya juga tak terlihat gosong. Hal ini membuat Sultan Agung heran, dalam hati tidak percaya.

Secara logika tidak mungkin terjadi sebab di sekitar kandang sudah rata jadi abu, maklum zaman dulu memang bangunannya dari kayu dan bambu, namun kandang itu tetap utuh. Setelah diperiksa Sultan Agung, isi kandang tersebut berisi seekor Kebo bule sedang makan rumput. Sementara sang pemiliknya mempunyai sebuah Tombak yang ampuh, katanya.Untuk membuktikannya, sang Raja turun kedaton, melihat secara langsung kandang tersebut.

Sejak saat itulah Kerbau serta Tombak beserta pemiliknya menjadi milik Keraton dan diberi nama Kebo Kyai Slamet dan Tombak Kyai Slamet. Slamet di sini artinya SELAMAT, sebab keduanya ternyata mampu menyelamatkan bencana kebakaran. Sementara pemilinya diangkat menjadi punggawa Keraton dengan pangkat Ki Lurah Maesaprawira.ung bahwa ada kebakaran kembali. Kobaran apinya sulit dipadamkan. Atas perintah Sultan Agung, Kebo Bule dan Tombak itu agar dibawa ke sana dan mengelilingi tempat yang dilanda kebakaran itu. Aneh bin ajaib, begitu Kerbau dan Tombak mengelilingi rumah yang dilanda api, seketika padam tinggal asap membumbung tinggi.

Keunikan Sang Kebo

Pintu Gerbang Keraton Surakarta sebelah selatan ada pasar tradisional namanya Pasar Gading, sebelum akhirnya dipindah ke daerah Gemblegan, walau saat ini pasar tersebut sudah menjadi pangkalan mobil, tapi masih banyak sisa-sisa pedagang yang menggelar dagangannya di situ.

Pasar Gading dulu sangat ramai sekali, utamanya hari Minggu. Kebo Kyai Slamet ini sering berkeliaran sekitar pasar tersebut. Tetap anehnya, sang Kebo tidak mau mengganggunya, walau banyak pedagang sayur mayur dan buah-buahan bertebaran. Ketika lapar sang Kebo hanya makan singkong rebus dan pisang goreng.

Tentu saja pedagang yang dagangannya dimakan sang Kebo bukannya marah, justru girang sekali, sebab dianggap NGALAP BERKAH atau “pelarisan” dan bisa mendapatkan banyak rejeki. Kenyataannya yang dagangannya dimakan Kebo Kyai Slamet selama 40 hari dagangannya larisnya bukan main, konon tidak sampai satu jam sudah ludes terjual.

Keunikannya Kebo Kyai Slamet ada lagi, sebelum 1 Syura, tepatnya pada malam Jumat, Kyai Slamet sering mengembara berbulan-bulan lamanya. Perantauannya sampai Boyolali, Wonogiri, Salatiga, Magelang, sehingga jarang sekali berada di Kraton. Selama merantau tidak ada yang berani mengusiknya. Namun pernah terjadi seseorang mencoba mengikat Kyai Slamet. tidak sampai seperempat jam orang tadi terjatuh dan pingsan. Dari anjurang orang tua, disuruh melepaskan tali pengikat tersebut, baru siuman kembali.

Hebatnya lagi, jika menjelang 1 Syura Kebo bule ini pasti pulang. Dan sekarang sudah dibuatkan kandang permanen di Alun-alun Kidul agar tidak lagi merantau, setiap hari menjadi tontonan masyarakat yang ingin menyaksikannya hingga kini, apalagi Alun-alun Kidul sudah ditata lebih rapi.

Memang Kebo Kyai Slamet dan Tombak Kyai Slamet lewat keturunannya akhirnya menjadi milik Kasunanan. Keduanya memang tidak dapat dipisahkan terkait dengan sejarahnya. Apalagi dalam tatacara KIRAB PUSAKA, pasti Kebo Kyai Slamet diiringi Tombak Kyai Slamet. Makna dari itu adalah sebagai TOLAK BALA untuk menyingkirkan “pengganggu” Keraton dan seisinya.

Ketika sang kebo wafat

Rabu, 22 September 2010, seekor kebo bule bernama Nyai Debleng mati karena usia tua. Keesokan paginya, Kamis (23/9), prosesi pemakaman pun digelar. Nyai Debleng (yang merupakan keturunan cu
kup dekat kebo Kyai Slamet, moyang kebo bule Keraton Surakarta) dikubur di salah satu areal kandang di Alun-alun Selatan Keraton Surakarta. Setidaknya 50 orang, termasuk belasan abdi dalem keraton, hadir dalam acara itu.

Prosesi dimulai dengan mensucikan (memandikan) layaknya jenazah manusia. Dengan bergantian, para abdi dalem menyiramkan air berbunga mawar sebagai tanda penghormatan kepada hewan itu. Setelah dianggap suci, para abdi dalem yang berjumlah 12 orang mengangkat tubuh besar sang kebo untuk dimasukkan ke liang lahat berukuran 2,25×2 meter. Liang kubur dibuat memanjang arah utara-selatan dan dasarnya sudah dialasi kain kafan. Sang kebo lantas diposisikan menghadap barat, layaknya memakamkan manusia.

Saat tubuh sang kebo sudah mapan, abdi dalem menyelimutinya dengan kain kafan, hingga semua tubuh terbungkus kecuali bagian kepala (wajah). Kemudian rangkaian bunga melati dihiaskan di tubuh kebo, diikuti taburan bunga mawar. Tak berselang lama, sejumlah warga tampak melemparkan uang (sawer) ke liang lahat, sebelum ulama keraton memimpin doa pemakaman. Seusai didoakan, liang pun ditutup dengan tanah layaknya makam-makam manusia.
Hal yang menarik, abdi dalem dan pengunjung bergiliran menguruk kubur. Bahkan, tak sedikit pengunjung yang melakukannya dengan semangat tinggi dan tak kenal lelah. Hal ini mengindikasikan bahwa “sesuatu” yang dikubur tadi adalah “sesuatu” yang berharga dan sangat dihormati.

etelah gundukan terbentuk di makam itu, bunga pun ditaburkan. Prosesi pemakaman selesai. Namun demikian bagi sebagian pengunjung, prosesi belum selesai. Sebagian dari mereka berdoa di depan makam sang nyai. Memulai dengan mengatupkan tangan di depan wajah sebagai tanda penghormatan, komat-kamit melantunkan doa, dan kembali menyembah makam sang nyai. Sebagian lain, mengambil bunga yang sudah ditaburkan dan dibawa pulang.


Ada pula yang menghubungi abdi dalem pemelihara kebo bule untuk menjadi perantara pendoa. Jika diminta demikian sang abdi dalem melakukan ritual di depan makam, lantas diambilnya gumpalan tanah kubur atau batu untuk diberikan kepada sang pemesan. Tinggal sampaikan saja keinginan kita, sang abdi akan menyampaikannya dalam ritual yang dilakukannya.

Telaah

Sebagian kaum muslimin yang selalu menginginkan kemudahan dalam hidupnya dan ingin mencari kebaikan malah mencarinya dengan cara yang tidak masuk akal. Mereka mencari berkah dari seekor kerbau (kebo bule) yang disebut dengan ‘Kyai Slamet’, yakni mereka saling berebut untuk mendapatkan kotoran kerbau tersebut, lalu menyimpannya, seraya berkeyakinan rizki akan lancar dan usaha akan berhasil dengan sebab kotoran tersebut. Seorang yang punya akal sehat tentu tidak mungkin melakukan hal yang demikian. Tetapi kok mereka bisa melakukan hal yang demikian?! Ke mana akal sehat mereka?!!


melalui tulisan ini semoga kaum muslimin sekalian dapat mengetahui manakah cara mencari berkah yang dibenarkan dan manakah yang dilarang oleh agama ini.

Bagaimana Mencari Berkah dari ‘Kebo’ [?]

Sebagian kaum muslimin saat ini ketika menghadapi kesulitan dalam hidupnya, mereka malah mencari berkah dari para kyai. Mereka menyamakan/meng-qiyas-kan hal ini dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam boleh diambil rambut dan keringatnya sebagai suatu keberkahan, maka menurut mereka para kyai juga pantas untuk dimintai berkahnya baik dari ludahnya atau rambutnya. Bahkan ada pula yang mengambil kotoran kyai/gurunya untuk mendapatkan berkah, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang sufi. Tidakkah mereka tahu bahwa mencari berkah secara dzat seperti ini tidak diperbolehkan untuk selain para Nabi?!!

Qiyas (penyamaan hukum) yang mereka lakukan adalah qiyas yang keliru dan jelas-jelas berbeda. Jangankan mencari berkah dari kyai, mencari berkah dari Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu -sahabat yang mulia, yang keimanannya jika ditimbang akan lebih berat dari keimanan umat ini dan sudah dijamin masuk surga- saja tidak diperbolehkan karena beliau bukan Nabi dan tidak pernah di antara para sahabat yang lain mencari berkah dari beliau radhiyallahu ‘anhu. Apalagi dengan para kyai yang tingkat keimanannya di bawah Abu Bakar dan belum dijamin masuk surga, maka tidaklah pantas seorang pun mengambil berkah darinya.

Maka bagaimana pula dengan mengambil berkah dari kyai -yang tidak punya akal- seperti kerbau ‘Kyai Slamet’?!! Sungguh perbuatan ini tidaklah masuk akal dan tidak mungkin memberikan kebaikan sama sekali, tetapi malah akan menambah dosa. Dosa ini bukan sembarang dosa, namun dosa ini adalah dosa paling besar dari dosa-dosa lainnya yaitu dosa syirik dan Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik. Dan Dia mengampuni dosa yang berada di bawah syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (Qs. An Nisa’: 116)Wahai kaum muslimin, inilah tingkat kesyirikan tabaruk. Seseorang bisa keluar dari Islam disebabkan melakukan perbuatan syirik akbar ini. Maka renungkanlah, apakah perbuatan lain yang merupakan bentuk mencari berkah seperti ‘grebeg mulud’ (tumpukan tumpeng yang saling diperebutkan pada hari ‘maulud Nabi’) termasuk mencari berkah yang disyari’atkan atau tidak. Benarkah tumpeng yang diambil berkahnya tersebut bisa melariskan dagangan, melancarkan rizki seseorang, bisa membuat seseorang mendapatkan jodoh?!!

Semoga Allah menunjukkan kita kepada kebenaran dan meneguhkan kita di atasnya. Sesungguhnya Allah menunjuki pada jalan yang lurus bagi siapa yang dikehendaki.


sumber:

http://muslim.or.id/aqidah/ngalap-berkah-kebo-kyai-slamet.htmlhttp://demibumi.wordpress.com/2010/10/01/kebo-bule-keraton-solo/http://www.solopos.com/2011/feature/penguburan-keturunan-kerbau-kiai-slamet-127429

http://krjogja.com/read/110621/kyai-slamet-kerbau-pusaka-kraton-surakarta-mati-misterius.kr

http://www.tribunnews.com/2010/12/08/kirab-kerbau-bule-kyai-slamet-melegitimasi-keraton

Minggu, 25 Maret 2012

Pengin Tobat Aja Koq Repot.....

Kata orang umur 40 sudah sudah saatnya "golek dalan padhang". uban yang sudah mulai tumbuh jadi pengingat kalo kubur sudah kian dekat, harus mulai menjauhi segala kesenangan dan nikmat dunia, segala yang bernama "mendem" sudah tidak layak untuk dijalani.
Jujur saja kalo cuma mendem ciu gampang, asal nggak ngumpul sama jamaah nyekik botol mesthi bisa sembuh, yang berat itu, ngatasi...... mendem wedokan, yang satu ini ra sah panjang lebar....
Kembali ke urusan tobat, satu hoby yang sudah lama aku tinggalkan yaitu.... nyengsu... satu jenis makanan yang paling gampang didapat di jogja. Hampir tiap ruas jalan di kota budaya ini ada warung tongseng asu (anjing) alias sengsu. Alamat komplitnya nggak usah tak sebutkan, yang jelas jangan nyari di daerah kauman, nggak bakal ketemu.
sekarang aku sudah selektif banget kalo soal makanan. Lha piye di jogja itu urusan nyari makanan yang bener-bener halal ternyata nggak gampang je.... beli gudeg, ternyata di bawah tumpukan tahu, pupu, telur bercokol saren tumpuk undhung. dah ngerti belum saren itu apa? kalo orang motong ayam atau sapi, biasanya darahnya ditampung terus ditambahi garam dan sedikit cuka. kalo sudah jadi gumpalan padat, terus digoreng, itulah saren.
Dhuwit cupet pindah makan di angkringan, nasi kucing lawuh ndas
pitik, awalnya nikmat banget pas mau nyokot gulu, ternyata si leher ayam masih mulus, alias belum pernah kena pisau. "pak koq pitike durung dibeleh", sang penjual menjawab enteng "nggih mriki kula belehe". lha wong pitik sudah mateng koq mbelehnya nyusul, gendeng tenan....
Biar lebih aman ganti menu, jadi vegetarian, masuk warung makan ambil sayur kangkung, pedes jan sueger tenan. Pas sendok ngubek-ubek sang sayur.... gandrik dapat bonus uler ginuk-ginuk, biar nggak bikin ribut, uler tak pindah ke pinggir piring, biar nanti dinikmati bakule.
Urusan tobat ternyata jadi kian ruwet ketika sudah memasuki fase mencari panutan menuju jalan kebenaran. semua "pedagang" menawarkan keunggulannya. Ada yang menawarkan toleransi pada budaya warisan leluhur. menyerap segala yang dianggap hasanah sampai nggak jelas lagi jati diri agamanya, siapa yang mau disembah.
Ada lagi yang menawarkan kemurnian aqidah yang terjaga hingga ke sumbernya, namun sayangnya suka memusuhi bahkan mengkafirkan siapa saja yang tak sepaham. lha wong sama-sama menghadap ke barat aja koq nggak mau akur, gara-gara beda sekian derajat.
Berhubung bingung mau milih yang mana, akhirnya ikuti saja semua. biar hidup ini mengalir apa adanya. Berangkat tahlilan orang meninggal, pakai celana congklang, begitulah kiranya... .