Selasa, 10 November 2009

Catatan Sejarah & Potensi Gempa di Jawa

Dari analisis terhadap gempa tektonik berkekuatan 6,8 SR di laut selatan Jawa pada 17 Juli 2006 pukul 15.19.73 WIB yang kemudian terjadi tsunami. Berdasarkan posisi pusat gempa saat itu, dan kedalaman serta mekanisme fokal, diperkirakan telah terjadi mekanisme gerak sesar naik di dasar samudra dengan patahan berarah U 270 derajat-300 derajat T, dan kemiringan sekitar 7 derajat ke utara.
Patahan tersebut kemungkinan besar berhubungan dengan pergerakan dan runtuhan dari prisma akresi yang dipicu oleh penunjaman lempeng Indo-Australia. Patahan itu menyebabkan terjadinya dislokasi massa batuan, yang kemudian mendorong sejumlah besar volume air laut sehingga membentuk gelombang pasang yang bergerak secara radikal menjauhi pusat gempa.
Berdasarkan hasil pengukuran ketinggian dan rambahan tsunami di beberapa lokasi, terlihat kecenderungan terjadi penguatan amplitudo (atenuasi) gelombang tsunami di teluk-teluk yang langsung menghadap laut lepas. Keberadaan paparan pantai dengan kedalaman air relatif dangkal kemungkinan menyebabkan pecahnya gelombang tsunami pada saat menghantam pantai sehingga menimbulkan kerusakan parah sampai radius 100-300 meter dari titik pasang tertinggi.
Rekaman data lapangan di sepanjang wilayah bencana menunjukkan, Pantai Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, terlanda tsunami paling berat. jika dibandingkan dengan Pantai Pangandaran bagian timur. Keberadaan Semenanjung Pananjung relatif melindungi Pantai Pangandaran bagian timur dari terjangan gelombang pasang. Pada saat kejadian, gelombang pasang yang menghantam Semenanjung Pananjung dipantulkan sehingga bergerak menuju Pantai Pangandaran bagian barat dengan ketinggian sekitar dua meter pada jarak sekitar 200 meter dari garis pantai. Berdasarkan data ketinggian dan rambahan tsunami, diharapkan ada interpretasi tentang zona-zona rawan, dan ini sebagai masukan bagi penataan kembali tata ruang di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa.

Patahan Lembang Perlu Diwaspadai

Patahan Lembang yang berada di utara Kota Bandung akhir-akhir ini menjadi pusat perhatian dan kajian sains, baik oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), maupun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Bandung. Sesar yang diyakini aktif ini menyimpan ancaman besar akan gempa.
Dilihat dari kondisi segmen patahan yang terdiri dari satu segmentasi, berjarak sekitar 20 kilometer, terbentang mulai dari Manglayang hingga wilayah Parongpong, Lembang. sesar ini berpotensi menimbulkan gempa berkekuatan 6,9 SR. Sesar ini mirip Patahan Singkarak di Sumatera Barat yang menimbulkan gempa besar di Sumatera awal 2007, memiliki segmen terpisah, tetapi dalam satu garis sejajar. Bila satu segmen bergerak, itu bisa memicu yang lain an menimbulkan gempa besar.
Patahan Lembang akan sangat berbahaya bagi penduduk di Bandung. Selain jaraknya dekat, ini disebabkan kondisi struktur tanah aluvial yang membentuk cekungan Bandung. Dengan kekuatan sebesar ini,, akan berdampak luar biasa terhadap kawasan di sekitarnya. bahkan , dampak gempa itu nantinya mampu menyamai kejadian gempa di Yogya, Mei 2006, yang menewaskan ribuan warga. Masalahnya, kondisi tanah di Bandung tidak jauh beda dengan di Yogya, yang merupakan tanah endapan muda bekas danau purba. "Lapisan tanah ini belum terkonsolidasi betul sehingga efeknya mirip bubur di mangkuk ketika digoyangkan. Untuk itu, cukup dengan kekuatan kecil seperti terjadi di DIY, gempa dangkal yang terjadi bisa menimbulkan efek merusak luar biasa
Aktif atau tidaknya Patahan Lembang saat ini tidak perlu lagi diperdebatkan. sesar ini ternyata memiliki catatan periode pergerakan (gempa) dengan kisaran 400-700 tahun. Di dalam sampel endapan tanah bekas rawa yang ada di sekitar lokasi, diketahui bahwa setidaknya ada tujuh lapis tanah. Artinya, setidaknya pernah terjadi tujuh kali pergerakan,
Ancaman potensi gempa Patahan Lembang yang disampaikannya ini bukan untuk membuat resah warga di Bandung. "Sebaliknya, kami ingin mengingatkan warga agar bisa bersiap-siap dan waspada. Bagaimanapun, informasi adalah bentuk dari peringatan dini yang paling dini,mengenai potensi ancaman gempa patahan menjadi sebuah tantangan besar bagi LIPI maupun pemerintah. "Wajar jika pertama disosialisasikan, banyak warga yang panik atau takut. Belum lagi, resistensi yang ditimbulkan dari aspek kepentingan ekonomi," ucap warga Jepang ini."

catatan gempa di jawa:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar