Tampilkan postingan dengan label Koruptor. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Koruptor. Tampilkan semua postingan

Rabu, 13 Oktober 2010

Perlukah Penembak Misterius Diaktifkan Kembali?

Di era 1980-an ketika itu, ratusan residivis, khususnya di Jakarta dan Jawa Tengah, mati ditembak. Pelakunya tak jelas dan tak pernah tertangkap hingga kini, karena itu muncul istilah "petrus", penembak misterius.

Tahun 1983 saja tercatat 532 orang tewas, 367 orang di antaranya tewas akibat luka tembakan. Tahun 1984 ada 107 orang tewas, di antaranya 15 orang tewas ditembak. Tahun 1985 tercatat 74 orang tewas, 28 di antaranya tewas ditembak. Para korban Petrus sendiri saat ditemukan masyarakat sudah dalam kondisi tangan dan lehernya terikat. Kebanyakan korban juga dimasukkan ke dalam karung yang ditinggal di pinggir jalan, di depan rumah, dibuang ke sungai, laut, hutan, jurang atau kebun. Peristiwa penculikan dan penembakan tersebut berlaku bagi mereka yang sewaktu masih hidup diduga sebagai gali, preman, residivis, penjahat, bromocorah, dan kaum kecu dan mereka sering dipinggirkan dalam kehidupan.

Pada era Soeharto, petrus hanya berlaku untuk preman & penjahat kelas teri, mereka yang merampok karena kondisi kepepet dan lapar. Namun TIDAK untuk preman berdasi, mereka yang mencuri karena rakus dan punya kesempatan. Bahkan ada yang berpendapat kalau preman-preman berdasi itu justru punya kedekatan dengan Pak Harto sehingga mereka tidak di-dor.

Mari kita tengok kehidupan masyarakat kita akhir-akhir ini, di mana sangat sering terjadi tindakan brutal dan anarkis yang mungkin hanya gara-gara masalah sepele atau salah faham saja. Lihat saja kasus Blow Fish yang berlanjut ke persidangan; kasus Mbah Priuk, tawuran antar supporter atau antar warga (dimana polisi pun kurang sukses mengatasi amuk massa yang anarkis tersebut) dan yang tak kalah mengerikan adalah maraknya aksi perampokan yang semakin nekat dan sadis; atau aksi preman jalanan seperti “kapak merah” dan sejenisnya. Apalagi aksi teroris yang sangat kejam yang bisa mengakibatkan korban massal dan kerusakan yang luas.

Dalam format yang lebih “halus” kita mengenal kasus Century, Gayus Tambunan, Susno Duadji dan masih banyak lagi kasus “halus” yang berbuntut sangat panjang dan terkesan sulit untuk diurai. Bagi kita masyarakat awam, seolah-olah mudah saja menyelesaikan semuanya itu : Lha wong sudah jelas semuanya kok, mau ngapain lagi? Kan tinggal dihukum, kan beres! Namun apakah demikian jika ditinjau secara hukum? Menurut mereka yang pintar dan sangat menguasai hukum, semuanya itu haruslah bisa dibuktikan secara yuridis formal, seperti yang sering diucapkan oleh Kapolri, Bambang Hendarso Danuri.

Di sisi lain, sebagian dari mereka yang kita anggap sebagai pengayom dan pelindung masyarakat atau para petugas pelayanan masyarakat yang notabene merupakan tempat di mana kita mencari perlindungan, keadilan dan pelayanan yang baik dari mereka, justru memperlihatkan kecenderungan perilaku yang mirip dengan kaum yang terpinggirkan. Jaksa, hakim, polisi dan aparat penegak hukum atau aparat pemerintah lainnya justru bisa diajak “bermain” jika ada duitnya. Itu sudah bukan rahasia lagi, bahkan sampai sekarang-pun setelah ada KPK.

Bagaimana ya kira-kira jika “petrus” di-aktif-kan lagi untuk membersihkan negeri ini dari keberadaan mereka? Jika ditinjau dari sisi kemanusiaan dan HAM, jelas hal tersebut sangat salah. Namun jika ditilik dari segi keamanan dan kenyamanan publik, kok kayaknya negeri ini perlu “petrus”. Bagaimana jika suatu pagi kita menyaksikan berita bahwa mereka para tokoh teroris, koruptor, aparat & pejabat nakal, sampai preman dan penjahat jalanan ditemukan telah tidak bernyawa lagi? Bagaimana jika mereka telah berada di dalam karung atau tubuh mereka di-geletakkan begitu saja di suatu tempat?
Mungkin tidak semuanya diperlakukan demikian.

Tapi paling tidak ada beberapa yang di-dor, sebagai shock terapi seperti pada era Soeharto. Mungkin saja setelah beberapa “teman seprofesi” nya ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa lagi, bisa menimbulkan efek jera dan mereka menjadi ketakutan dan angka kejahatan menjadi turun. Itu hanya logika orang awam yang sangat sederhana dan apa adanya, tanpa memperhitungkan efek positif & negatif atau resiko ke depan yang tentu akan menimbulkan pendapat pro-kontra. Bagaimana menurut Anda?

Minggu, 22 November 2009

kisah sukses koruptor Asif Ali Zardari

AROMA korupsi yang melekat di sosok Asif Ali Zardari tak mampu merintangi langkah nya untuk mewujudkan ambisi menjadi pemimpin negeri. Setelah terpuruk dalam jerat hukum, dia bangkit, dan bahkan terpilih sebagai presiden Pakistan.

Total, Zardari pernah merasakan pengapnya penjara selama 11 tahun. Salah satu kasusnya, dia dan mendiang istrinya mantan PM Benazir Bhutto dituding nilap duit negara USD 1,5 miliar (Rp 14,175 triliun). Zardari juga dihukum karena penggelapan uang serta pembunuhan.

Setidaknya tercatat dua kali kasus pembunuhan menyeret nama pemimpin Partai Rakyat Pakistan (PPP) itu. Pertama, pada 1990, dia dipidana karena menghabisi nyawa Murtaza Bukhari, pengusaha, menggunakan bom yang dikendalikan dari jarak jauh. Kala itu, Bhutto sudah kehilangan kekuasaan. Namun, ketika sang istri terpilih kembali, pada 1993 Zadari bisa melenggang bebas dan bahkan menjadi menteri pemerintahan.

Pada 1997-2004, kembali dia masuk bui atas dakwaan sejumlah korupsi dan pembunuhan saudara Bhutto, Murtaza Bhutto. Proses hukum itu dilakukan semasa Nawaz Sharif menjadi perdana menteri. Dalam skandal korupsi itu, Zardari dan rekannya dituduh “panen ilegal” USD 200 juta (sekitar Rp 1,89 triliun). Duit haram tersebut diterima dari kontraktor militer asal Prancis sebagai ucapan terima kasih atas proyek jet tempur militer Pakistan yang mereka dapatkan senilai USD 4 miliar (Rp 37,8 triliun).

Kasus kedua yang tak kalah menghebohkan terkait dengan kasus penyogokan yang dilakukan perusahaan asal Swiss. Mereka membayar jutaan dolar antara 1994-1996 untuk perusahaan lepas pantai yang dijalankan Zardari dan ibu Bhutto, Nusrat. Aliran dana haram itu membuat Zardari bergelimang harta. Bahkan, politisi kelahiran 26 Juli 1955 itu pernah masuk dalam daftar lima pria terkaya Pakistan. Total asetnya diperkirakan senilai USD 1,8 miliar (sekitar 17,01 triliun).

Dalam salah satu penyelidikan didapatkan bukti bahwa Zardari pernah melakukan pembelian barang-barang mewah pada pertengahan 1990 senilai USD 4 juta (Rp 37,8 miliar) dan membeli bangunan seluas 144 hektare di selatan London. Seluruh kegiatan transaksi pada 1994-1995 diperkirakan menggunakan rekening bank Swiss dan kartu American Express. Penyelidikan dilakukan di Swiss dan pemerintah Pakistan menyewa pengacara asing untuk menanganinya. Akan tetapi Swiss menutup kasus ini pada 2008 dan membebaskan aset Zardari yang dibekukan. Kepala penyelidik beralasan mereka tak memiliki bukti kuat untuk memenjarakan Zardari. Bahkan, dia berhasil memenangkan kursi kepresidenan. Pengambilan sumpah dilakukan oleh ketua hakim Abdul Hameed Dogar di istana kepresidenan pada 9 September 2008 dan mulai bekerja 20 September 2008.

Kisah Sukses Koruptor: Jacob Zuma

Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma, ayah dari 18 anak ini pernah menghadapi 16 tuduhan korupsi, pencucian uang, dan pemerasan dengan total USD 5 miliar (Rp 47,25 triliun) terkait kesepakatan tentara pada 1999. Kasusnya mandeg setelah ia berhasil memenangkan pemilihan Presiden Afrika Selatan, Mei 2009 silam.

AROMA korupsi yang melekat di sosok Jacob Zuma tak mampu merintangi langkahnya untuk mewujudkan ambisi menjadi pemimpin negeri. Setelah terpuruk dalam jerat hukum, dia bangkit, bahkan terpilih sebagai presiden Afrika Selatan.

Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma, selalu luput dari hukuman. BBC melaporkan Zuma pernah menghadapi 16 tuduhan korupsi, pencucian uang, dan pemerasan dengan total USD 5 miliar (Rp 47,25 triliun) terkait kesepakatan tentara pada 1999.

Pemilik nama lengkap Jacob Gedleyihlekisa Zuma itu bersama Schabir Shaik, pengusaha Durban sekaligus penasehat keuangannya dituduh menerima sogokan atas pembelian peralatan militer. Namun, Pengadilan Tinggi Pietermaritzburg membebaskannya dari segala tuntutan pada 12 September 2008. Sedangkan Shaik harus mendekam di penjara selama 15 tahun dan bebas pada Maret 2009- 28 bulan sebelum waktu pembebasannya.

“Saya menganggap ini (pembebasan Zuma) adalah langkah untuk memuluskan jalannya menuju kursi kepresidenan,” ungkap Brian Kantor, pengamat di Investec Securities seperti dikutip BBC pada 2008.Sebelumnya pada Oktober 2005 kasus korupsi kembali menimpanya. Membuat dia dipecat dari jabatannya sebagai deputi presiden. Namun September 2006 kasus korupsi itu ditutup dan dia terbebas dari hukuman. Dua bulan kemudian pada Desember 2005 Zuma yang pernah menjabat sebagai deputi presiden 1999-2005 itu juga pernah dituduh memperkosa wanita 31 tahun di rumahnya di Forest Town, Johannesburg. Lagi-lagi dia bernasib baik karena dinyatakan tak bersalah oleh Pengadilan Tinggi Johannesburg pada 8 mei 2006.

Pria kelahiran 12 April 1942 di Zululand itu terpilih menjadi presiden partai ANC pada Desember 2007. Meski beberapa saat kemudian terlibat kasus korupsi lagi. dan, pada September 2008 hakim kembali mengatakan kasus korupsi itu tak dapat diproses. Dan pada akhirnya seluruh kasus itu sama sekali tak memengaruhinya berhasil memenangkan pemilihan Presiden pada 6 Mei 2009 dan sumpah jabatan dilakukan pada 9 Mei 2009.