”Pulang dari pengungsian makan nasi lauk garam. Uang tidak ada, jadi terpaksa menambang lagi,” ungkap Jinu, warga Dusun Narum, Desa Tlogowatu, Kecamatan Kemalang, Klaten, Kamis (25/11), saat ditemui di alur Kali Woro, Desa Kendalsari, Kecamatan Kemalang.
Dikatakannya, warga sepulang dari barak ada yang diberi bekal mi dan beras sedikit. Setelah digunakan mencukupi kebutuhan keluarga sehari langsung ludes. Sehingga untuk menyambung hidup, warga nekat ke sungai.
Meski ancaman letusan dan banjir lahar mengadang, warga tidak punya pilihan lain. Pergi ke tegalan tidak lagi ada yang bisa diharapkan, sebab tanaman dikotori abu vulkanik. Untuk menjual pohon bagi yang sudah usia tebang hanya bisa dilakukan bagi yang punya pohon.
Ada sebagian warga yang meminjam uang ke tetangga atau kerabat, tetapi tetangga dan kerabat sama nasibnya. Dengan kondisi itu warga tidak punya pilihan lain, selain menambang pasir di jarak rawan. Meski nekat, kata dia, warga tetap waspada dan penambangan hanya berlangsung sampai siang, meskipun sebelum meletus berlangsung 24 jam.
Menurut Mitro, warga Desa Kandalsari, dia nekat membuka warungnya yang ada di tengah kali, sebab kepepet untuk mencari makan. ”Katanya ada bantuan di desa lain, tetapi tidak merata,” ungkapnya.
Tak Tersentuh
Bantuan sembako setelah warga pulang memang ada, tetapi yang mendapatkan hanya orang tertentu. Warga di daerah terpencil tak tersentuh. Selama empat hari pulang ke rumahnya, dari desa atau Pemkab tak ada droping kebutuhan pokok. Padahal warga sangat membutuhkan di saat aktivitas belum pulih. Satu-satunya harapan warga hanyalah ke sungai mencari pasir.
Bagaimana dengan jaminan hidup? Dia mengaku belum mendengar ada sosialisasi jaminan hidup. Bahkan warga tidak terlalu berharap dalam waktu dekat, sehingga yang penting bisa memenuhi kebutuhan. Nekatnya warga ke alur sungai semakin memancing kedatangan truk pancari pasir.
Meski batas zona rawan dijaga ketat Polri/ TNI, truk pencari pasir mencari jalan-jalan tikus digunakan agar lolos. Tak hanya truk lokal, truk dari luar kota mulai menyerbu meski radius 10 km masih dinyatakan berbahaya. Bahkan anggota Polres Klaten yang datang ke lokasi meminta warga naik, tetap tak digubris.
Saat polisi datang warga pergi, tetapi setelah petugas pergi warga kembali. Kondisi alur Kali Woro sendiri mulai diwarnai material lahar dingin. Meski ketebalannya belum mencapai setengah meter, tetapi material lahar dingin berupa pasir halus sudah menjangkau Kali Woro.
Kepala Badan Kesbangpol dan Linmas, Sri Winoto SH mengatakan, status Gunung Merapi masih level awas dan masa tanggap darurat diperpanjang. Mestinya semua aktivitas warga dalam radius 10 km harus steril. ”Alur Kali Woro merupakan jalur utama lahar dingin, sehingga harus bersih dari aktivitas sesuai radiusnya,” ungkapnya.
Pemkab sendiri kewalahan mengatasi praktik penambangan. Penambangan yang memegang izin menurutnya bisa dikenakan sanksi, tetapi penambangan tradisional tidak mungkin dilakukan. Pemkab hanya bisa mengawasi dan mengimbau selama status awas.
Menurut Kabag Perekonomian, Drs Sri Sumanto, di Pemkab ada sisa logistik yang bisa digunakan. Pemkab akan mengirim bahan kebutuhan dengan membuat ajuan diketahui camat. Pemkab sudah mendrop bahan kebutuhan yang diperlukan warga terutama bahan yang tidak tahan lama. ”Desa bisa melapor ke camat dan akan didrop,” ungkapnya.
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/11/25/71399/Tak-Ada-Bantuan-Warga-Serbu-Kali-Woro
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/11/25/71482/Cari-Makan-Warga-Nekat-Menambang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar