Rabu, 24 November 2010

Gunung Guntur (gede), Garut Jawa Barat

Gunung Guntur adalah salah satu dari 17 gunungapi di Jawa Barat. Gunungapi andesitik yang bertipe strato ini terletak 35 Km di sebelah Tenggara kota Bandung atau lebih tepatnya terletak di kota Garut. Puncak Gunung Guntur terletak pada koordinat 7o 8’ 52.8’’ LS dan 107o 50’ 34.8’’ BT dengan ketinggiannya adalah 2249 m di atas permukaan laut.
Gunung Guntur merupakan kompleks besar gunungapi yang dibentuk oleh beberapa kerucut, kawah, dan kaldera (Matahelemual, 1989). Berdasarkan sejarah letusannya Gunung Guntur pertama meletus pada tahun 1690 dan letusan terakhir pada tahun 1847. Letusan Gunung Guntur yang terbesar terjadi pada tahun 1840 dimana lava yang keluar mengalir hingga Cipanas yang berjarak 3 Km dari kawah Gunung Guntur
Gunung Guntur merupakan salah satu gunung berapi paling aktif pada dekade 1800-an. Tapi sejak itu aktivitasnya kembali menurun. Erupsi Gunung Guntur pada umumnya disertai dengan lelehan lava, lapili dan objek material lainnya. Erupsi Gunung Guntur yang tercatat adalah pada tahun 1847, 1843, 1841, 1840, 1836, 1834-35, 1833, 1832, 1832, 1829, 1828, 1827, 1825, 1818, 1816, 1815, 1809, 1807, 1803, 1800, 1780, 1777, 1690
Gunung Guntur dapat dicapai dari Kota Bandung menuju Kota Garut (55 km) dengan waktu tempuh 2 jam. Pendakian ke puncak/kawahnya dapat dilakukan dari Kampung Citiis sebelah selatan Gunung Guntur, dengan waktu tempuh 3 - 4 jam. Untuk menuju Kampung Citiis bisa dilakukan dari Kota Garut (3 km) dengan menggunakan kendaraan roda 4 (empat). Berdasarkan data demografi, pemukiman di sekitar Gunung Guntur umumnya berada pada ketinggian 600m - 1000m dpl. Pemukiman ini sebagian besar terkonsentrasi di kaki tenggara dan selatan serta sebagian kecil di kaki timur dan utara

Ribuan warga di Kabupaten Garut, Jawa Barat, terancam banjir bandang dan longsoran jutaan kubik material Gunung Api Guntur. Ancaman bencana itu diakibatkan oleh rusaknya kawasan cagar alam di sekitar kaki gunung.

Pemukiman warga yang dapat terkena longsoran itu diantaranya warga Kecamatan Tarogong Kaler, Tarogong Kidul, Samarang dan warga di Kecamatan Banyuresmi. “Bencana longsor mengancam warga,” ujar Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Garut, Edi Muharam, kepada Tempo, Selasa (2/11).

Menurut Edi, besarnya potensi longsor material Gunung Api Guntur itu diakibatkan oleh gundulnya kondisi gunung yang sudah sangat mengkhawatirkan. Jumlah area cagar alam yang rusak itu mencapai 500 hektar.

Kondisi itu pun diperparah dengan maraknya galian pasir ilegal yang telah hampir memakan sepertiga kaki gunung guntur. Bahkan lubang bekas galian itu dibirakan menganga tanpa ada perbaikan. Kerusakan itu dapat dilihat dari pusat kota Garut yang berjarak sekitar 6 kilometer dari gunung.

Karena itu, masyarakat dihimbau untuk selalu waspada bila terjadi hujan. Curah hujan diatas 50 milimeter perhari dengan waktu selama tiga hari dapat membuat tanah jenuh dan menimbulkan longsor. Apalagi kontur tanah Gunung Guntur merupakan batuan lepas sisa endapan longsoran yang terjadi pada 1979 silam. “Akibat kondisi ini beberapa waktu lalu sekitar bulan April dan Mei, lima desa di sekitar gunung Guntur dilanda banjir bandang bercampur pasir,” ujar Edi.

Sebelumnya, Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi telah memperingatkan kemungkinan terjadinya banjir dan longsor material Gunung Guntur yang mengancam perumahan warga di sejumlah desa di Kecamatan Tarogong Kaler, termasuk kawasan objek wisata Cipanas. Bahkan Vulkanologi merekomendasikan desa yang berada di sekitar kaki Gunung Guntur untuk dikosongkan.

Permukiman yang harus dikosongkan itu, diantaranya Desa Rancabango, Langensari dan Kelurahan Pananjung. Soalnya daerah tersebut rawan kerentanan gerakan tanah tinggi. Pemukiman itu berada di zona berbahaya satu yang berjarak sekitar dua kilometer dari Cagar Alam Gunung Guntur. Pemukiman itu sedikitnya dihuni oleh 5.644 jiwa atau 1.664 Kepala Keluarga.

Ironisnya, rekomendasi vulkanologi itu hingga kini ini belum juga digubris oleh pemerintah Kabupaten Garut. Bahkan pengembangan kawasan pemukiman dan wisata air panas di kawasan objek wisata Cipanas terus dilakukan. Sejumlah hotel baru bermuculan di kawasan itu.

Kepala Dinas Perumahan, Tata Ruang dan Cipta Karya Kabupaten Garut, Deni Suherlan, mengaku telah melakukan sosialisasi akan ancaman longsor tersebut kepada warga dan pengusaha. Namun tetap saja tidak digubris. Bahkan sejumlah hotel baru berdiri dikawasan Cipanas.

Disinggung terkait izin pendirian bangunan, Deni mengaku semua pemukiman termasuk penginapan dan hotel di objek wisata cipanas, telah mengantongi izin sesuai aturan. “Izin tetap kami berikan tapi dengan risiko ancaman longsor yang harus ditanggunggung mereka sendiri,” ujarnya.

http://www.tempointeraktif.com/hg/bandung/2010/11/02/brk,20101102-288849,id.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar