Minggu, 13 September 2009

Kaidah Mencari Nafkah

Ada sebuah kaidah umum tentang bekerja ialah bahwa Islam tidak memperbolehkan umatnya mencari kekayaan dengan sekehendak hatinya dan dengan cara semaunya. Akan tetapi Islam membedakan buat mereka jalan-jalan yang dibenarkan syariat dan yang tidak dibenarkan syariat didalam mencari penghidupan Kaidah ini memberikan batasan kepada setiap muslim untuk memberikan penilaian terhadap suatu pekerjaan yang dia jalani, apakah ia termasuk yang dibolehkan atau sebaliknya.

Suatu pekerjaan termasuk yang diridhoi Allah swt apabila memenuhi dua persyaratan :

1. Tidak melanggar syariat.

Firman Allah swt :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَانًا وَظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًا وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللّهِ يَسِيرًا

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, Maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. An Nisaa : 29 – 30)

Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Wasilah bin al Aqsa dia berkata,”Rasulullah saw pernah keluar menemui kami para pedagang, lalu bersabda,’Wahai para pedagang, jauhkanlah dirimu dari berbuat dusta.” (HR. Ath-Thabrani)

Allah swt melarang hamba-hamba-Nya didalam mencari penghasilan dengan menggunakan cara-cara yang batil atau tidak dibenarkan oleh syariat, seperti jenis pekerjaannya bukan termasuk yang diharamkan, tidak mengandung unsur penipuan, penzhaliman, riba, atau merugikan orang lain yang berinteraksi dengannya didalam pekerjaan itu.

Hal diatas menjadi penting bagi setiap muslim didalam mencari dan melakukan pekerjaannya dikarenakan dirinya lebih mendahulukan ridho dan cinta Allah daripada ridho dan cinta manusia. Ridho dan cinta Allah terhadap dirinya itu bukanlah terletak pada besar kecilnya penghasilan yang didapat dari pekerjaannya akan tetapi pada sarana dan cara seseorang menjalani pekerjaannya.

Oleh karena itu tidak diperbolehkan bagi seorang muslim didalam menjalani pekerjaannya menghalalkan segala cara dan menabrak rambu-rambu halal haram yang telah digariskan oleh syariat hanya karena ingin mendapatkan penghasilan yang besar dari pekerjaannya.

2. Mengandung kemaslahatan dan tidak menimbulkan kemudharatan.

Hal lainnya adalah bahwa pekerjaan itu dapat memberikan kemaslahatan dan tidak menimbulkan kemudharatan baik bagi dirinya maupun orang lain. Tidak diperbolehkan bagi seorang muslim bekerja di lembaga-lembaga yang merusak moral masyarakat, memerangi kaum muslimin, atau membantu melakukan perbuatan-perbuatan yang diharamkan. Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik dari Amr bin Yahya al Mazini dari ayahnya bahwasanya Rasulullah saw bersabda,”Janganlah saling memudharatkan.”

Semua itu dengan catatan tidak ada unsur keterpakasaan yang mendesak seseorang untuk mencari kebutuhanan pokoknya atau menjalani pekerjaan yang menimbulkan kemudharatan bagi diri maupun orang lain. Dan jika ia terpaksa bekerja di tempat seperti itu maka kerjanya diukur dengan kadar keterpaksaannya dengan disertai rasa benci terhadap pekerjaan itu sambil terus-menerus berusaha mencari pekejaan lain sehingga Allah memberikan kemudahan baginya untuk bekerja secara halal dan jauh dari dosa-dosa, sebagaimana firman Allah swt :

فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Artinya : “Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Baqoroh : 173)

Wallahu A’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar