Diantara mereka berkeinginan besar membangun masjid, madrasah-madrasah, pondok-pondok untuk para ahli tasawuf, jembatan dan jalan raya yang dilalui orang banyak. Kemudian mereka menulis nama-namanya di atas prasasti dengan tujuan sebagai kenang-kenangan sesudah meninggal. Mereka merasa bahwa Allah akan mengampuninya karena amal sedekahnya dalam pembangunan-pembangunan tersebut. Padahal sesungguhnya mereka itu tertipu.
Sesungguhnya mereka membangun bangunan-bangunan mulia ini dari harta yang didapatkan dari perbuatan dzalim, uang rampasan, uang suap, riba dan sebagainya. Tidaklah disadari bahwa cara mereka menghimpun harta itu telah menimbulkan kemarahan Allah. Adapun tujuan membangun prasasti tidak lain bertujuan agar namanya dikenang. Hal ini adalah sifat riya’ ingin mendapatkan pujian dari orang lain.
Disisi lain hatinya merasa puas karena dapat melakukan kebaikan dan memanfaatkan hartanya untuk jalan Allah. Diam-diam merasa kagum terhadap dirinya yang dermawan dibandingkan orang lain. Ini merupakan sifat ujub. Sungguh ia benar-benar tertipu.
Ada juga orang yang memberi infaq ke masjid tetapi dengan syarat digunakan untuk memperindah bangunan, memberi hiasan dan ukir-ukiran. Padahal yang demikian itu dilarang dalam syara’. Sebab dengan keindahan masjid penuh ukiran, aksesoris dan segala macam hiasan mengganggu konsentrasi dalam sholat. Karena itu harta yang diinfaqkan untuk hal-hal demikian justru menambah murka Allah.
Selain itu ada diantara mereka yang mengeluarkan hartanya untuk bersedekah kepada fakir msikin. Namun cara yang dilakukan penuh dengan riya’ dan ujub. Dikumpulkannya orang-orang fakir dan miskin dengan acara-acara yang mengundang perhatian orang banyak. Lalu sedekah diberikan. Orang ini senang dipuji dan disanjung-sanjung sebagai dermawan. Seandainya dalam keadaan sepi ia tak akan mau mengeluarkan sedekah dengan cara sembunyi-sembunyi.
Kadang-kadang golongan orang berharta yang tertipu itu berkeinganan sekali untuk memanfaatkan kekayaannya untuk berhaji. Menjelang keberangkatannya ia mengundang banyak orang. Setelah pulang juga mengadakan jamuan-jamuan. Tujaunnya agar ia dikenal sebagai orang kaya yang sudah menunaikan haji. Rasulullah saw bersabda: “pada jaman akhir, banyak orang pergi haji karena kemudahan perjalanan dan kemudahan biaya. Mereka itu berkali-kali menunaikannya. Namun sepulang haji menjadi diharamkan Allah karena di kampungnya masih ada tetangga yang kelaparan”
Golongan lain dari mereka yang berharta dan tertipu ialah dikuasai oleh sifatnya yang kikir. Ia enggan mengeluarkan sedekah kecuali zakat saja. Namun harta yang dikeluarkan untuk zakat dipilihnya yang begitu rendah. Dia mondar-mandir mencari orang miskin dan memberikan zakat.
Ada juga orang yang tertipu baik orang kaya atau orang miskin. Mereka mendatangi majelis-majelis dzikir karena berkeyakinan bahwa hal itu akan memperlancar rezekinya. Mereka gemar berziarah ke makam-makam wali dan para syuhada agar kekayaannya semakin bertambah. Mereka mendatangi ulama untuk meminta doa agar usahanya semakin lancar. Mereka ini sungguh-sungguh tertipu. (dikutip dari: Ihya Ulumiddin, Imam Al Ghazali)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar