Beberapa tahun yang lalu saya bekerja sebagai pekerja sosial di sebuah rumah singgah anak jalanan selama kurang lebih 2 tahun. Setiap hari saya hidup bersama mereka baik di rumah singgah maupun ketika mereka berada di jalanan. Sebagian besar anak jalanan hidup sebagai pengamen di perempatan jalan dan bis kota, beberapa yang lain berprofesi sebagai tukang semir sepatu di stasiun kereta api tugu.
Meyakinkan mereka agar mau bergabung di rumah singgah bukanlah sesuatu yang mudah. Sikap curiga pada orang yang berasal dari luar kelompok mereka sangatlah kuat. kadang diperlukan waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan hanya untuk mengajak mereka agar mau datang dan tidur di rumah singgah. Maklum banyak diantara mereka tlah hidup di jalanan bahkan sejak balita.
Suatu saat petugas dari dinas sosial datang ke rumah singgah untuk melakukan evaluasi. Ketika mereka memeriksa biodata para anak binaan, mereka menanyakan ketidak lengkapan data yang ada, yaitu masih kosongnya kolom nama ayah di beberapa file yang ada. Mengapa bisa demikian? Kolom itu memang dikosongkan, karena jangankan saya, anak-anak itu juga tidak tahu siapa nama ayah mereka.....
Meyakinkan mereka agar mau bergabung di rumah singgah bukanlah sesuatu yang mudah. Sikap curiga pada orang yang berasal dari luar kelompok mereka sangatlah kuat. kadang diperlukan waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan hanya untuk mengajak mereka agar mau datang dan tidur di rumah singgah. Maklum banyak diantara mereka tlah hidup di jalanan bahkan sejak balita.
Suatu saat petugas dari dinas sosial datang ke rumah singgah untuk melakukan evaluasi. Ketika mereka memeriksa biodata para anak binaan, mereka menanyakan ketidak lengkapan data yang ada, yaitu masih kosongnya kolom nama ayah di beberapa file yang ada. Mengapa bisa demikian? Kolom itu memang dikosongkan, karena jangankan saya, anak-anak itu juga tidak tahu siapa nama ayah mereka.....
Suatu saat karena penasaran saya mengajak salah satu anak sebut saja unyil, nongkrong di angkringan. saya ajak dia duduk di tikar sambil minum teh dan makan nasi kucing. setelah ngobrol ngalor-ngidul, perlahan saya tanya tentang dia dan keluarganya. Si unyil bercerita bahwa ia masih memiliki seorang ibu dan 2 adik. mereka tinggal di sebuah kampung di sebelah barat stasiun tugu. namun kesehariannya ia lebih sering tidur di stasiun tugu atau perempatan pingit bersama teman-temannya.
Ketika saya tanya, "mengapa kamu sampai nggak tahu nama ayahmu sendiri, apa kamu nggak pernah tanya ibumu?" dia menjawab " pernah, waktu aku tanya dia malah trus marah marah" "apa jawabnya" tanyaku. jawabnya: "Dasar anak kurang ajar, sudah tahu ibunya lonthe masih nanya bapaknya siapa!!!" kesimpulannya jangankan si anak, ibunya sendiri tidak tahu siapa nama bapak dari anaknya, apalagi saya yang cuma pekerja sosial rumah singgah........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar