Senin, 26 April 2010

Transeksual, Transvestit dan Transjender

Coba Anda bayangkan situasi-situasi di bawah ini :

- Seorang ginekolog ternama (tak usah saya sebut namanya pasti Anda tahulah) yang gaya tutur dan bahasa tubuhnya gemulai

- Sekelompok pria yang naik panggung untuk beratraksi menghibur penonton dengan mengenakan pakaian dan dandanan wanita

- Seorang artis yang menjalani operasi kelamin dan mengubah jenis kelaminnya dari pria menjadi seorang wanita.

Kata apa yang biasa dipakai masyarakat kita untuk mengomentari sosok pria-pria dalam contoh di atas ? Bisa banci, bencong, wadam, waria dan entah apa lagi. Yang jelas, kata “banci” dan kawan-kawan itu penggunaannya kerap membingungkan lantaran satu model kata tersebut dilontarkan buat melabel tiga kondisi yang secara psikologi didefinisikan berbeda (meski kadang bisa saling terkait). Nah, supaya yang tadinya bingung jadi tidak bingung lagi, mari kita tilik bersama istilah dan konsep psikologis ketiga contoh di atas.

Kita mulai dari contoh pertama, yang kondisinya disebut transjender. Transjender adalah orang yang cara berperilaku atau penampilannya tidak sesuai dengan peran jender tradisional (ingat, perbedaan antara seks dan jender, seks = biologis, jender = sosiokultural). Transjender adalah orang yang dalam berbagai level “melanggar” norma kultural mengenai bagaimana seharusnya pria dan wanita itu. Seorang wanita, misalnya, secara kultural dituntut untuk lemah lembut. Kalau pria yang berkarakter demikian, itu namanya transjender. Orang-orang yang lahir dengan alat kelamin luar yang merupakan kombinasi pria-wanita juga termasuk transjender. Transjender ada pula yang mengenakan pakaian lawan jenisnya, baik sesekali maupun rutin. Ini yang membawa kita ke contoh kedua, kondisi yang disebut transvestit.

Transvestit adalah orang yang mengenakan pakaian lawan jenisnya. Istilah lainnya untuk perilaku ini adalah cross dressing-silang pakaian. Orang yang berpakaian seperti lawan jenisnya dengan tidak ada kecenderungan transeksual dan hanya mencari kepuasan psikososial (seperti mengekspresikan diri) biasanya disebut cross dresser. Kalau ada unsur mencari kepuasan atau kegairahan seksual dengan cara memakai pakaian lawan jenis (bukan cuma dipegang-pegang), ini namanya sudah beda lagi, yaitu fetishisme transvestik. Kebanyakan pelakunya adalah pria heteroseksual yang sudah menikah, wanita lebih jarang.

Tadi sudah saya sebut-sebut transeksual, yang merupakan istilah untuk contoh ketiga. Transeksual adalah orang yang identitas jendernya berlawanan dengan jenis kelaminnya secara biologis. Mereka merasa “terperangkap” di tubuh yang salah. Misalnya, seseorang yang terlahir dengan anatomi seks pria, tapi merasa bahwa dirinya adalah wanita dan ingin diidentifikasi sebagai wanita. Bedakan dengan pria transvestit yang mengenakan pakaian wanita, tapi tidak ingin berubah permanen jadi wanita. Transeksual juga tidak bisa disinonimkan dengan homoseksual. Bisa saja seorang pria transeksual tertarik pada pria lain karena merasa bahwa dia seorang wanita dan wanita mestinya tertarik pada pria.

Jadi, jangan asal sebut banci.

Sumber :

Dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar